Anteseden “mereka” dalam Yoh. 21:15
(Penerapan Penafsiran Gramatikal)
Yohanes 21:15 "Simon,
anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?"
Siapakah atau apakah anteseden “mereka” dalam ayat tersebut?
Anteseden adalah orang atau benda yang ditunjuk oleh kata ganti. Contohnya:
Titus 1:5 “Aku
telah meninggalkan engkau ...”
Anteseden ‘aku’ adalah Paulus
Anteseden ‘engkau’ adalah Titus
Anteseden ‘nya’ adalah para calon penatua
Anteseden dalam kedua kalimat tersebut dapat segera kita ketahui, berbeda
dengan anteseden ‘mereka’ dalam Yohanes 21:15. Kata ganti orang (pronomina
persona) “mereka” dalam Yohanes 21:15 dapat menunjuk
pada orang-orang atau benda-benda. Alasannya:
Pertama, saat Yesus bertanya
demikian kepada Simon, ada murid-murid Yesus yang lain serta ada juga beberapa peralatan nelayan serta ikan-ikan
hasil tangkapan Petrus dan murid-murid.
Kedua, “mereka ini” dalam bahasa Yunani “τουτον” atau
touton adalah sebagai genitive yang bisa berjenis
maskulin ataupun netral. Berdasarkan keadaan ini maka anteseden “mereka” bisa
menunjuk pada murid-murid yang lain, dan bisa juga menunjuk pada ikan-ikan dan
perlengkapan nelayan. Sebagian
penafsir lebih memilih anteseden “mereka” menunjuk pada
ikan-ikan dan peralatan nelayan (Sutanto: 75). Dalam kasus ini penyelidikan tata bahasa
asli/Yunani tidak
memadai dan malah menimbulkan banyak pertentangan.
Sebelumnya kita harus ingat tahapan Hermeneutik meliputi: observasi,
interpretasi, dan aplikasi (pengamatan, penafsiran, dan penerapan). Tahap
observasi sangat penting namun sering diabaikan. Padahal, benar tidaknya interpretasi
kita tergantung dari apakah kita melakukan observasi dengan benar. Tahap
observasi itu sendiri meliputi: pengamatan bentuk sastra, pengamatan suasana
teks, pengamatan fakta, tata bahasa, serta gaya bahasa yang terdapat dalam teks
yang kita teliti. Saat kita mengamati tata bahasa suatu teks, kita
mengidentifikasi fungsi kata dan kalimat yang membentuk teks tersebut: mana
induk dan anak kalimat, mana subyek, predikat, obyek, keterangan, ungkapan,
kalimat utama, kalimat penjelas, dan anteseden. Selain tata bahasa, juga
terdapat pengamatan gaya bahasa, dimana kita mengamati dan mengidentifikasi gaya
atau corak apakah yang dibentuk oleh kata dan kalimat tersebut: apakah kontras,
perbandingan, pengulangan, sebab-akibat, tanya-jawab, maksud dan tujuan, klimaks
atau antiklimaks, pendahuluan atau kesimpulan, kelanjutan, pertukaran,
peningkatan pikiran, dan sebagainya.
Memang, bila kita perhatikan konteksnya, pertanyaan
dalam Yoh. 21:15 itu diajukan Yesus setelah Simon dan murid-murid menjala ikan lagi, padahal mereka sudah dipanggil Yesus dari
pekerjaan itu, sehingga anteseden “mereka” mungkin saja menunjuk pada ikan-ikan hasil tangkapan Petrus, perahu dan perlengkapan nelayan
miliknya (inilah penafsiran kontekstual). Tetapi kembali kita harus ingat bahwa bila memungkinkan maka kita harus menerapkan seluruh prinsip penafsiran (kontekstual;
literal; gramatikal; historikal; teologikal; maksud penulis dan prinsip
penafsiran khusus berdasarkan bentuk sastra), tidak hanya satu prinsip penafsiran, misalnya kontekstual saja. Untuk Yoh. 21:15
dan ayat berikutnya, kita dapat menerapkan penafsiran gramatikal (penafsiran
berdasarkan tata bahasa dan gaya bahasa). Sebab dalam tahap observasi Yohanes 21:15
dan ayat-ayat berikutnya, semestinya sudah kita identifikasi hukum struktur penting
yang terdapat dalam teks tersebut, yaitu tanya-jawab.
Jadi, mengapa kita hanya memperhatikan
pertanyaannya? Janganlah kita membuat
kesalahan dengan
hanya fokus pada satu bagian saja, yaitu menafsirkan
pertanyaannya saja. Sebab dalam teks ini ada hukum
struktur pertanyaan & jawaban, sehingga kita tidak
boleh hanya memperhatikan pertanyaannya lalu mengabaikan jawabannya, kita tidak
boleh hanya memperhatikan sang penanya lalu mengabaikan sang pemberi jawaban.
Dari jawaban Simon kita bisa mengetahui apa yang
dimaksud Yesus dengan “mereka.” Ada 4 hal penting dalam jawaban Simon Petrus yang dapat dipertimbangkan untuk mengungkap
apa atau siapa anteseden “mereka.”
1. Simon sengaja menghilangkan frase “lebih
daripada mereka ini.”
Yesus
bertanya: "Simon, anak Yohanes,
apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Petrus
menjawab, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi
Engkau."
Padahal
kalau memperhatikan pertanyaan Yesus bukankah seharusnya jawaban Simon adalah: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku
mengasihi Engkau lebih daripada mereka ini."
Ada frase yang sengaja ‘dihilangkan’ oleh Simon yaitu “lebih daripada mereka ini.” Penghilangan frase ini mempunyai arti bahwa Simon sangat
paham maksud pertanyaan Tuhan Yesus, ia paham apa atau siapa yang dimaksud Tuhan Yesus dengan “lebih daripada mereka ini” sehingga ia
memang sengaja tidak menyertakan frase “lebih
daripada mereka ini” dalam jawabannya.
Seandainya yang dimaksud Yesus “lebih daripada mereka ini” adalah ikan-ikan serta perlengkapan nelayan, maka pasti
Simon akan menjawab, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau lebih daripada
mereka ini."
Tetapi Simon tahu bahwa yang dimaksud Yesus “lebih daripada mereka ini” adalah murid-murid yang lain
yang waktu itu ada di dekat mereka dan juga mendengarkan tanya-jawab tersebut.
Sehingga Simon Petrus sengaja menghilangkan frase “lebih daripada mereka ini” dalam jawabannya.
Penafsiran ini sesuai dengan konteks yang lain, yaitu semalam sebelum
penyaliban Yesus, Simon menyombongkan diri bahwa ia setia pada Yesus “lebih daripada murid-murid
yang lain” (Mat. 26:33 Versi TB,
"Biarpun mereka
semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak." Versi BIS, "Biar semua yang lainnya meninggalkan Bapak, saya sekali-kali
tidak!").
Ironisnya,
setelah melontarkan perkataan yang melebihkan dirinya di atas murid-murid yang
lain, Simon
malahan
menyangkal Tuhan, sehingga nyata di
hadapan murid-murid lain bahwa ucapan Simon Petrus itu tak
terbukti.
Jelas
bahwa “mereka” yang dimaksud Yesus bukanlah “ikan-ikan dan peralatan nelayan”
tetapi “murid-murid yang lain.”
Jadi pertanyaan ini bukan bertujuan untuk membandingkan Simon dengan murid-murid yang
lain, tetapi melalui pertanyaan ini Yesus menguji Simon,
apakah setelah peristiwa penyangkalan tersebut Simon masih
tinggi hati, masih menyombongkan diri dan
merasa dirinya lebih daripada murid-murid yang lain? Yohanes sang penulis kitab ini serta murid-murid
yang lain pasti tahu arah pertanyaan Yesus, apalagi Simon. Simon sengaja menghilangkan frase “lebih
daripada mereka ini,” ini menunjukkan
Simon kini
lebih rendah hati, ia menyadari
kesalahannya, ia tidak lagi menyombongkan diri dan menganggap diri lebih
dari murid-murid yang lain.
Tuhan menanyakan apakah Simon mengasihi-Nya lebih dari murid-murid-Nya yang
lain. Namun Simon menjawab bahwa Tuhan tahu. Kita kembali pada malam sebelum Yesus
ditangkap, sesudah Simon menyombongkan diri di hadapan Yesus serta murid-murid
lain bahwa ia tak akan meninggalkan Yesus sekalipun murid-murid yang lain
meninggalkan, Yesus berkata bahwa Petrus akan menyangkali-Nya. Dan nubuat Yesus
itu benar terjadi. Inilah yang dimaksudkan Simon dalam jawabannya, “Engkau tahu.” Petrus kini sadar Yesus
tahu bagaimana isi hati Petrus dan ia sadar tak perlu mengobral janji-janji
manis pada Yesus, tak perlu meninggikan diri di depan murid-murid lain, karena
Yesus tahu. Tahu apa? Tahu bahwa kasih Petrus tidak sempurna. Penjelasan ada di
poin ke-3.
3. Simon tidak berani menjawab dengan “agapao” tapi menggantinya dengan
“phileo.”
Kata kasih yang dipakai Yesus pada 2x pertanyaan-Nya adalah
“agapao” yang menunjuk kasih yang sempurna, kasih yang paling tinggi dan paling mulia, kasih yang tanpa pamrih. Sedang kata kasih dalam semua jawaban Simon (3x)
adalah “phileo,” yang menunjuk kasih yang lebih rendah dari
agapao, masih mengharapkan pamrih atau balasan dari obyek kasihnya, kasih ini
tidak sempurna dibanding kasih agape.
Jadi, dalam Yoh. 21:15, ketika Yesus bertanya, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari
pada mereka ini?" maksudnya
adalah, Tuhan menanyakan apakah Simon mengasihi-Nya dengan sempurna lebih dari
murid-murid-Nya yang lain. Petrus menjawab, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau" maksud jawaban Petrus adalah Tuhan tahu bahwa ia
mengasihi Tuhan namun kasihnya tidak sempurna.
Peristiwa peninggian diri Petrus di hadapan murid-murid lain yang segera
diikuti dengan penyangkalan Petrus, tak hanya membuat murid-murid lain tahu
bahwa kasih Petrus tak sempurna, tapi yang terpenting adalah kisah itu membuat
Petrus sadar bahwa kasihnya tak sempurna. Dan seperti ia meninggikan diri di
hadapan murid-murid lain, sekarang ia juga mengakui ketidaksempurnaannya atau
kelemahannya di hadapan mereka.
Mungkin
ada pertanyaan yang timbul: mengapa Yesus harus menguji Petrus di hadapan murid-murid lainnya? Bukankah Yesus mahatahu
dan Dia tahu isi hati Petrus tanpa perlu mengujinya di hadapan murid-murid? Yesus
hendak menjadikan Petrus pemimpin rasul-rasul, namun ia berbuat kesalahan di depan murid-murid yang lain, sombong, menganggap diri
lebih dari murid yang lain, padahal seorang pemimpin gembala haruslah melayani
dengan rendah hati, bukan dengan kesombongan atau meninggi-ninggikan diri atas
orang-orang yang dipimpinnya, maka sekarang di depan murid-murid jugalah ia harus mengakui dan memperbaiki kesalahannya. Kesalahan
pemimpin yang diperbuat di depan umum harus juga diakuinya di depan umum. Hanya
dengan begitu kepemimpinan Petrus terhadap murid-murid yang lain dapat dipulihkan.
4. Yesus berkata, "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Ini berarti kepemimpinan Petrus dipulihkan, sebab Yesus mempercayakan
domba-domba-Nya kepada Petrus. Dan jawaban Yesus "gembalakanlah domba-domba-Ku" ini adalah bukti ke-4 yang menguatkan penafsiran bahwa
kata “mereka” menunjuk pada “domba-domba-Nya” atau murid-murid
Yesus.
BEBERAPA
PRINSIP penafsiran
GRAMATIKAL:
a) Kita harus memastikan dulu
bahwa teks atau bagian yang hendak diselidiki adalah sebuah kalimat utuh yang
tidak terputus atau tidak selesai. Dalam 1 ayat bisa saja ada 2 kalimat,
contohnya Kejadian 13:13. Bisa juga sebaliknya yaitu 1 kalimat mencakup 2 ayat
atau lebih, contohnya Matius 2:1-2.
Hal-hal itu tidak masalah yang penting kalimatnya utuh.
b) Penafsir juga dapat menerjemahkan
ulang teks yang diselidiki berdasarkan gramatika bahasa aslinya untuk mendapat
gambaran dan pemahaman yang lebih konkret atau jelas terhadap teks tersebut.
Contohnya:
Contoh pertama, dalam Yohanes 21:15 yang telah kita kupas di atas
dapat diterjemahkan ulang sebagai berikut:
"Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku
(dengan kasih yang sempurna) lebih dari pada mereka
ini (murid-murid-Ku yang lain ini)?" Petrus menjawab, “Benar Tuhan, Engkau tahu,
bahwa aku mengasihi Engkau (dengan kasih yang tidak sempurna)."
Contoh kedua, dalam Yohanes 6:64 “Tetapi di
antaramu ada yang tidak percaya. Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak
percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia.”
Dalam bahasa Yunaninya “yang tidak percaya” berbentuk plural atau jamak (lebih dari satu)
sedangkan “yang akan menyerahkan Dia” berbentuk
singular atau tunggal. Sehingga teks tersebut dapat diterjemahkan ulang sebagai
berikut:
“Tetapi
di antaramu ada orang-orang yang tidak percaya. Sebab Yesus tahu dari semula,
siapa orang-orang yang tidak percaya dan siapa orang yang akan menyerahkan
Dia.”
Dari sini kita bisa menafsirkan bahwa ada
banyak orang yang tidak percaya pada Yesus namun yang akan menyerahkan atau
mengkhianati-Nya
hanyalah 1 orang saja.
c) Dalam
menafsirkan bagian-bagian dan fungsi-fungsi kata seperti subyek, kata kerja,
kata keterangan, anteseden, ungkapan, dan sebagainya, kita tetap harus
memperhatikan prinsip penafsiran kontekstual (konteks dekat dan konteks jauh
dari teks yang diteliti). Contohnya dalam menafsirkan anteseden “mereka” dalam
Yoh. 21:15 di atas, penafsiran berdasarkan konteks dekat yakni ketika
murid-murid menjala ikan ternyata masih meragukan, tetapi ketika kita melihat konteks
sebelum penyaliban, kita mendapat jawaban yang benar. Untuk penjelasan mengenai
penafsiran kontekstual selengkapnya serta contoh-contoh lainnya bisa dilihat
kembali diktat hermeneutik.
d) Tafsirkan
berdasarkan hukum-hukum
struktur yang dipakai oleh penulis. Pada kasus Petrus
di atas kita sudah merasakan pentingnya observasi struktur gaya
bahasa. Pada tahap observasi, kita seharusnya sudah menemukan hukum struktur apa yang
membentuk teks. Sehingga pada tahap interpretasi kita tinggal menafsirkannya sesuai data yang telah didapat. Contohnya:
Pada observasi gaya bahasa
terhadap 1 Korintus 13 kita telah menemukan hukum struktur pengulangan,
yakni: “sekalipun aku ... (punya berbagai karunia rohani) tetapi jika aku
tidak mempunyai kasih, aku ... (tidak
berguna)”
Pengulangan ini terjadi 3 kali pada ayat 1, 2
dan 3.
Selain itu juga terdapat hukum struktur ringkasan yang
terdapat pada akhir pasal yakni pada ayat 13, bunyinya: “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih,
dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.”
Dengan adanya hukum struktur pengulangan dan dikuatkan oleh hukum
struktur ringkasan ini maka ide pokok
yang ditekankan penulis surat adalah “kasih merupakan karunia terbesar.”
Penafsiran
selanjutnya harus berpusat pada IDE POKOK ini. Paulus menunjukkan bahwa kasih
lebih besar dari karunia bahasa Roh, karunia bernubuat, karunia pengetahuan, karunia
melakukan mujizat, kasih lebih besar dari segala persembahan atau korban-korban,
sehingga ada tiga hal yang harus tetap dilakukan: beriman, berharap dan saling
mengasihi, namun hal paling penting yang harus dilakukan adalah saling mengasihi.