Dalam Matius 13:31-32, Yesus mengatakan bahwa biji sesawi "lebih kecil dari semua benih yang lain," tapi ketika
tumbuh besar akan cukup besar bagi burung untuk bersarang di cabang-cabangnya. Namun saat ini, kita tahu bahwa ada benih yang lebih kecil dari biji sesawi. Misalnya, bibit anggrek sangat kecil dan halus sehingga
hampir seperti debu. Orang juga akan mempertanyakan apakah biji sesawi bisa tumbuh
menjadi pohon yang cukup besar
untuk menampung sarang burung. Jika
Yesus (yang mengaku sebagai Tuhan) berkata salah tentang biji sesawi,
mengapa kita harus percaya apa pun yang Dia katakan?
SOLUSI
Harap dicatat bahwa Yesus tak membandingkan biji sawi
dengan “semua” biji lain di seluruh dunia, tapi dengan
biji-bijian lokal yang diketahui para pendengar-Nya dan biasa ditaburkan oleh petani
lokal Palestina (frase “yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya” adalah
frase kunci untuk mengerti ayat ini). Lagi pula, memang benar bahwa biji sesawi hitam (Brassica nigra/Sinapis nigra) adalah benih terkecil yang pernah ditaburkan oleh petani abad
pertama di beberapa bagian dunia.
Perkataan Yesus selanjutnya juga mutlak benar. Karena banyak ensiklopedi
modern kini bisa memberitahu anda bahwa biji sesawi hitam
di Israel akan tumbuh sampai ketinggian 3,7 meter, sehingga
cukup besar untuk menampung sarang burung.
Sangat penting untuk mengingat bahwa Alkitab sering memakai terminologi sehari-hari
untuk mengkomunikasikan kebenaran secara sederhana.
Bahkan kita sendiri sering menyebut "matahari
terbenam" padahal secara teknis dan ilmiah kita tahu bahwa matahari tidak pernah "terbenam," namun bumilah yang
berputar.
Konteks Matius 13 juga memperjelas ayat ini, yakni
bahwa Yesus berbicara di hadapan pendengar awam setempat, bukan dalam konferensi internasional botanis. Jadi, tidak wajar bila ada orang yang tetap bersikukuh
menjadikan ayat ini sebagai dasar untuk meragukan Yesus atau
Alkitab, saat mereka menghampiri Alkitab
untuk mendapatkan fakta yang benar-benar ilmiah, historis, atau teknis.
Prinsip-prinsip yang relevan untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dalam
memahami Alkitab antara lain:
A. Tafsirkan teks berdasarkan
konteks. Jangan melepaskan teks dari konteksnya. Kegagalan mempertimbangkan konteks sejarah
dan konteks Alkitab dari sebuah
ayat tertentu adalah kesalahan
yang paling sering dilakukan dari semua
kesalahan-kesalahan yang ada. Padahal
konteks amat penting untuk mendapat suatu
pemahaman yang akurat dari teks.
B. Ayat yang kurang
jelas menyerah pada ayat yang jelas. Alkitab sangat jelas tentang banyak
hal, maka selalu
jadikan ayat-ayat yang jelas sebagai panduan
dalam mengungkap ayat yang kurang jelas. Seperti pepatah Inggris lama, "Biarlah hal-hal utama menjadi hal-hal
yang jelas, dan
hal-hal yang jelas menjadi hal-hal
utama."
C. Pertimbangkan adanya cerita-cerita yang tidak utuh, kutipan, minat, tujuan dan
sudut pandang tertentu dari penulis Kitab. Jangan selalu berasumsi bahwa
sebuah cerita atau kutipan itu salah hanya
karena diceritakan atau dituliskan secara tidak lengkap. Ada “silence of the Bible.”
D. Ketahui perbedaan antara Citation dan
Quotation. Citation adalah kutipan resmi dengan menuliskan kembali secara
tepat, tokoh, buku, judul, halaman dan sebagainya. Namun banyak bagian-bagian
Perjanjian Baru merupakan quotation dari Perjanjian Lama dan penulis
Kitab sering menuliskan hanya esensi teks yang dimaksud dan
tidak menuliskan secara tepat kata per kata dan keterangan lainnya karena
kutipan itu familiar bagi pendengar atau pembaca.
E. Pertimbangkan
bentuk-bentuk sastra yang membentuk ayat itu. Ingat bahwa Alkitab
menggunakan perangkat sastra yang memerlukan “perlakuan” khusus, seperti narasi, hukum, puisi, metafora, hiperbola, perumpamaan dan sebagainya,
bahkan satu ayat bisa terdiri dari bermacam bentuk sastra.
Oleh: Edy Siswoko
Dosen Musik Gereja & Hermeneutika
Disunting dari:
christiananswer.net. “Is the mustard seed the smallest of seeds.” http://christiananswer.net
(accessed March 30, 2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar