PENDAFTARAN S2

 


Pendaftaran Mahasiswa Baru, Program Pascasarjana, Program Studi Magister Teologi (M.Th) STA Jember 👍🤝

Pendaftaran dibuka setiap waktu

📍Alamat: Lingkungan Sumberdandang, Kebonsari, Kec. Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa Timur 68122

🎓 Program Pascasarjana, Program Studi Magister Teologi (M.Th).  Telah terakreditasi dengan no. 
(AKREDITASI BAN-PT SK No. 5595/SK/BAN-PT/Akred/M/XII/2019)


Link pendaftaran

Pendaftaran S2: 
https://s.id/PMBSTAJ_GEL2_S2

📱Untuk informasi selanjutnya dapat menghubungi kontak yg ada di bawah ini:
(0331) 332842 (Sekretariat STAJ)
082145550527 (Marciano) 
+62 822-2724-2800 (Eunike) 

Selamat bergabung di Program Studi Magister Teologi Sekolah Tinggi Alkitab Jember 🙂👍🤝

PENDAFTARAN SEKOLAH ALKITAB JEMBER

 


KOMPOSISI KETUA DAN WAKIL KETUA STA JEMBER MASA PELAYANAN 2021-2026

 


Senin, 31 Mei 2021, Ketua Yayasan Ekklesia Bpk Dodi Soriton mengumumkan Ketua STA Jember masa pelayanan 2021-2026 secara daring. Pada saat yang sama juga diadakan serah terima jabatan dari Ketua STAJ sebelumnya yaitu Pdt. Dr. Doni Heryanto, M.Th., kepada Ketua STAJ yang baru terpilih yakni Pdt. Dr. Liem Sutikto, M.Th.

Pengumuman Ketua STAJ masa pelayanan 2021-2026

Berikut komposisi Ketua dan wakil Ketua STA Jember masa pelayanan 2021-2026:

Ketua: Dr.Sutikto, M.Th., M.Pd.K.

Wakil Ketua I Bidang Akademik: Dr. Nelly, S.E., M.Pd.K.

Wakil Ketua II Bidang Keuangan, Administrasi Umum dan Kepegawaian: Oral Oko, M.Th.

Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan: Dr. Daud Manno, M.Th.

 

Pengurus Lainnya:

Kaprodi Teologi: D.S. Budiono Santoso, S.E., M.Th.

Kaprodi PAK: Dr. Pestaria Happy Kristina, S.H., M.Pd.K.

Kaprodi Magister Teologi: Dr. Jefit Sumampouw, M.Th.

LPMI: Els Ribkah Runkat, M.Th. (Ketua) Dr. Marciano A. Waani, M.Th. (Sekretaris)

Ketua LPPM: Jeffry J. Rindengan, M.Th. Anggota: Edy Siswoko, S.Th., M.Pd.K.; Lidia J. F. Sondakh, S.H., M.Th.

 

Biro Akademik dan Operator Pangkalan Data: Lichan Gultom, S.Pd.

Biro Keuangan: Leanita Eirene Soriton, S.Th.

Biro Kemahasiswaan: Pacel Zacharias, M.Th.

Staf Keuangan, Administrasi Umum dan Kepegawaian: Maria Paulina Uju, S.T.

Kepala Perpustakaan: Terry ReneyManopo, M.Th.




JURNAL KHARISMATA TELAH TERAKREDITASI SINTA IV

 



Puji Tuhan Jurnal Kharismata milik STA Jember telah terakreditasi SINTA IV. 

Sinta (Science and Technology Index) menilai kinerja jurnal berdasarkan standar akreditasi dan sitasi, dengan mengindeks seluruh jurnal nasional yang sudah diakreditasi. Instrumen penilaian akreditasi berdasarkan pada Permenristekdikti Nomor 9 tahun 2018 dan Perdirjen Risbang no 19 tahun 2018 yang memberikan peringkat 1 sampai 6, dan diakronimkan sebagai Sinta 1 sampai 6 dengan masa berlaku akreditasi 5 tahun.

Dengan naiknya peringkat Jurnal Kharismata pada Sinta IV tentu memberi nilai tambah yang amat signifikan bagi STA Jember sehingga STA Jember menjadi makin terdepan dalam lingkup Sekolah Tinggi Alkitab Pantekosta. 

Dalam Jurnal Kharismata tersebut anda bisa melihat dan membaca publikasi ilmiah para dosen STA Jember dan STA serta STT lain dari seluruh Indonesia dan juga manca negara. Anda yang berprofesi sebagai dosen juga bisa memasukkan artikel anda di jurnal ini dengan Register dan Submit. Tunggu apa lagi, mulai Register dan Submit di sini



WISUDA STA JEMBER TA 2020/2021

 

Rabu, 02 Desember 2020, telah dilangsungkan wisuda Sekolah Tinggi Alkitab Jember yang kali ini berhasil meluluskan 24 orang mahasiswa. Mereka berasal dari Prodi M.Th., S.Th., dan S.Pd., dengan rincian 7 wisudawan dari M.Th., 10 wisudawan dari S.Th., dan 7 wisudawan dari S.Pd. Dengan wisuda kali ini maka total ada 1.208 mahasiswa yang telah dihasilkan dan diluluskan oleh STA Jember dari sejak didirikannya STA Jember.

Acara wisuda berlangsung secara daring via zoom dan juga disiarkan secara live melalui kanal Youtube STA Jember, karena masih dalam situasi pandemi. Biarpun demikian sama sekali tidak mengurangi nilai dan keabsahan kelulusan para wisudawan. Wisudawan dengan predikat lulus "Dengan Pujian" ada 3 orang, "Sangat Memuaskan" ada 18 orang, dan predikat kelulusan "Memuaskan" ada 3 orang.

Selamat untuk para wisudawan, selamat berjuang di ladang pelayanan dan menerapkan ilmu yang telah didapatkan! Maju terus STA Jember! STA Jember untuk Kristus!




SIAPAKAH YANG MEMIMPIN GEREJA?

 

SIAPAKAH YANG MEMIMPIN GEREJA?

Oleh: Pdt. Dr. Doni Heryanto, M.Th.



ISU PENTING KEPEMIMPINAN GEREJA

Salah satu isu penting dalam kepemimpinan gereja adalah, “Siapakah yang memimpin gereja?Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa Tuhan Yesus adalah kepala gereja, namun kenyataannya, ada gereja yang tidak hidup dalam pimpinan serta kontrol Tuhan Yesus. Bagaimana dengan gereja Tuhan yang kita layani? Apakah Yesus benar-benar menjadi kepala dalam hidup dan pelayanan jemaat? 

Itulah sebabnya kita perlu mendiskusikan apa yang Alkitab katakan mengenai kepemimpinan gereja (pemerintahan gereja), terutama berkenaan dengan siapa yang mengontrol gereja, serta apa implikasi dan aplikasinya bagi pelayanan kita masing-masing. Tentu ini tak mudah, apalagi jika selama ini pemikiran kita tentang “the real leader of church” telah keliru. Meski tak mudah, tapi karena hal ini adalah kebenaran mutlak yang harus kita terima, maka marilah kita membuka pikiran kita terhadap pelayanan kita masing-masing dan terhadap Alkitab yang adalah Firman Allah.

 

TUHAN YESUS ADALAH KEPALA GEREJA      

Kita mengenal beberapa model kepemimpinan gereja, seperti Episkopal, Presbiterian, dan Kongregasional. Namun demikian, semuanya tunduk pada otoritas Kristus sebagai kepala gereja. Hal ini berarti kita tidak bisa mengatakan bahwa gereja yang kita layani adalah “gereja saya.” Harus diakui bahwa kita seringkali menyebut gereja dengan nama gembala jemaatnya, seperti contoh: “Apakah saudara kebaktian di gerejanya Pdt. A?” Pertanyaan tersebut dilemparkan dengan pemahaman bahwa gereja yang dimaksud adalah milik Pdt. A! Seperti itulah pemahaman yang beredar pada umumnya. Tentu yang sebenarnya adalah gereja tidak pernah menjadi milik gembala jemaat (pendeta) atau pun milik jemaat, sebab gereja adalah milik Tuhan kita Yesus Kristus, gereja ada di bawah kepemimpinan-Nya! 

Karena gereja adalah milik Tuhan kita Yesus Kristus, maka fungsi utama kepemimpinan gereja adalah membiarkan Kristus menjalankan kepemimpinan-Nya di gereja-Nya. Itu berarti gereja bukanlah demokrasi murni di mana setiap anggota jemaat memiliki suara untuk menentukan bagaimana gereja harus hidup dan melayani.  Kata "hak pilih" ketika menyangkut kepemimpinan gereja, akan membuat gereja terlibat dalam politik, seperti politik di negeri ini. Sebagai warga negara Indonesia, kita pergi ke kotak suara untuk menyatakan pendapat (hak pilih). Itu baik untuk pemerintahan negara kita, tapi bukan cara gereja! Sebab pertanyaan kunci mengenai masalah apa pun di dalam gereja bukanlah, "Apa yang dipikirkan jemaat?" Melainkan, "Apa yang dipikirkan Kristus mengenai gereja-Nya?" 

Pikiran Kristus diberikan kepada kita di dalam Firman-Nya. Kita mungkin berbeda mengenai bagaimana menafsirkan atau menerapkan Firman pada situasi tertentu. Tapi kita semua harus menempatkan diri kita di bawah otoritas Tuhan Yesus Kristus sebagai otoritas tertinggi kita. Dengan membiarkan Kristus menjalankan kepemimpinan-Nya atas gereja-Nya menghasilkan cara yang sama sekali berbeda dalam menjalankan fungsi dan tugas gereja. Jika kita memandang gereja sebagai organisasi demokratis di mana setiap anggota memiliki suara, maka kita terjebak ke dalam politik gereja. Kita akan memaksakan kehendak kita dalam kehidupan dan pelayanan gereja. Tetapi jika kita hidup setiap hari dalam penyerahan diri kepada Tuhan dengan berusaha menaati firman-Nya, maka ketika melaksanakan fungsi dan tugas gereja, kita akan menyangkal diri dan dengan hormat mencari apa yang Tuhan kehendaki atas gereja-Nya. Itu hal yang sama sekali berbeda dengan politik gereja! 

 

KEPEMIMPINAN KRISTUS ATAS GEREJA MELALUI PEMIMPIN ROHANI YANG DEWASA

 1)   Gereja Bertanggungjawab untuk Mengenali Pemimpin yang Dewasa Secara Rohani.

Di gereja-gereja pertama yang didirikan oleh rasul Paulus dan Barnabas, setelah mereka melakukan pelayanan mereka, kita membaca, "Di tiap-tiap jemaat rasul-rasul itu menetapkan penatua-penatua bagi jemaat itu dan setelah berdoa dan berpuasa, mereka menyerahkan penatua-penatua itu kepada Tuhan, yang adalah sumber kepercayaan mereka" (Kis. 14:23). Kemudian, Paulus menulis kepada Timotius dan Titus tentang kualifikasi untuk menunjuk para penatua (1Tim. 3: 1-7; Tit. 1: 5-7 ) dan diaken (1Tim. 3: 8-13), yang terlibat dalam pelayanan gereja. Saat ini kita memang tidak memiliki rasul-rasul untuk menunjuk para pemimpin gereja/gembala jemaat, namun kita dapat mengikuti pedoman yang diilhami oleh Roh Kudus yang tercantum dalam dua surat pastoral tersebut.

 

Perhatikan bahwa dalam petunjuk-petunjuknya kepada Timotius dan Titus dalam memilih para penatua, Paulus menasihatkan agar mereka “mengenali pemimpin yang dewasa rohani, bukan memilih mereka. Ada perbedaan penting antara mengenali dan memilih para pemimpin rohani! Kita memilih seorang pemimpin mungkin karena kita menyukai mereka secara pribadi, atau karena pemikirannya sama dengan pemikiran kita dan kita ingin mereka menerapkan pemikiran kita di gereja. Seperti juga voting atau pemilihan umum di panggung politik Indonesia yang sering menjadi masalah kesukaan pribadi. Tapi masalah kepemimpinan gereja bukanlah apa yang kita sukai, melainkan, "Apakah mereka memiliki kualifikasi yang ditetapkan dalam Alkitab untuk menjadi pemimpin gereja?"

 

Tentu saja, tidak ada orang yang memenuhi semua kualifikasi dengan sempurna. Semua orang punya kekurangan. Namun para pemimpin gereja seharusnya tidak terang-terangan melanggar kualifikasi apa pun dan dia harus memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan Tuhan tersebut. Sebab gereja bertanggung jawab atas keadaan pemimpin mereka, baik secara moral maupun doktrinal. Jika seorang pemimpin bertindak bertentangan secara moral dengan Alkitab atau mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan Alkitab, maka gereja perlu menerapkan prosedur disiplin rohani yang diajarkan Tuhan Yesus. Gereja harus berbicara kepada orang tersebut, pertama secara pribadi, lalu dengan satu atau dua orang saksi lainnya. Jika masih belum ada perubahan, mereka harus pergi kepada pemimpin senior dalam gereja. Jika masih tidak ada pertobatan, harus  disampaikan kepada seluruh gereja (Mat. 18: 15-17).

 

Prosedur tersebut menyiratkan bahwa anggota gereja bertanggung jawab untuk mengetahui pengajaran Alkitab dengan baik sehingga mereka dapat menemukan jika seandainya terjadi penyimpangan kebenaran, baik secara moral maupun doktrinal. Anggota gereja seharusnya peduli jika kelemahan moral atau kesalahan doktrin merembes ke dalam gereja. Sepanjang pemimpin menaati Tuhan, maka mereka harus dipatuhi (Ibr. 13:17). Tapi mereka tidak memiliki wewenang otokratis untuk menguasai gereja. Sebaliknya, mereka harus menjadi contoh bagi seluruh anggota gereja (1Pet. 5:3).

 

2)   Pemimpin Gereja Haruslah Seseorang yang Dewasa Rohani.

Keharusan bahwa pemimpin gereja adalah seseorang yang dewasa rohani ditunjukkan oleh kualifikasi pelayanan ini dan juga oleh istilah yang digunakan dalam Alkitab untuk menggambarkan pelayanan ini.

 

Istilah “Penatua" tidak menunjuk pada kedewasaan umur, tetapi kualifikasi rohani. Alkitab tidak memberikan persyaratan umur untuk bisa menjadi penatua sehingga umurnya bisa bervariasi tergantung pada keadaan jemaat. Ketika Paulus menasihati Timotius agar tidak dipandang rendah karena umurnya yang masih muda (1Tim. 4:12), Timotius mungkin masih berumur dua puluhan sampai tiga puluh tahun. Paulus terus menasihati Timotius untuk menjadi teladan bagi gereja "dalam perkataan, tingkah laku, kasih, iman, dan kesucian." Jadi kesimpulannya bahwa pemimpin rohani tidak bicara masalah umur, tapi kedewasaan rohani. Pemimpin rohani harus dewasa rohani.

 

Istilah "Penilik" atau “overseer” digunakan secara bergantian dengan "penatua" (Tit. 1: 5-7; Kis. 20:17-28). Sebutan “Penilik” ini mengacu pada sifat pekerjaan yaitu: mereka mengawasi, mengamati, atau menjaga gereja setempat. Seorang pengawas harus cukup dewasa secara rohani untuk memahami bahaya rohani dan untuk menjaga dan membimbing domba-dombanya ke dalam pertumbuhan rohani.

 

Istilah ketiga, “gembala” atau pastor dalam bentuk kata benda hanya digunakan satu kali untuk para pemimpin gereja (Ef. 4:11). Sedangkan dalam bentuk kata kerja digunakan beberapa kali (Yoh. 21:16; Kis. 20:28; 1​​Pet. 5:2). Istilah tersebut berasal dari analogi seorang gembala dan dombanya. Yesus disebut Gembala dan Penjaga (Pengawas) jiwa kita (1Pet. 2:24). Dia adalah "Gembala Agung"; dan gembala jemaat melayani di bawah Gembala Agung, serta akan memberikan pertanggungjawaban kepada-Nya (1Pet. 5: 4; Ibr. 13:17).

 

3)   Pemimpin Gereja Bukanlah “Single Fighter.”

Istilah penatua selalu digunakan dalam bentuk jamak berkenaan dengan satu gereja lokal (Kis. 14:23; 20:17; Flp. 1:1; Tit. 1: 5) sehingga dalam gereja mula-mula ada beberapa penatua dalam gereja lokal. Mungkin saja salah satu penatua memiliki tugas sebagai penilik terhadap satu gereja rumah. Mungkin juga seorang penatua lain, terutama yang bertugas untuk berkhotbah (1Tim. 5:17-18) akan dipandang sebagai pemimpin di antara para penatua. Contohnya  seperti Petrus yang memimpin di antara para rasul dan seperti Yakobus yang memimpin di antara para penatua di Yerusalem (Kis. 15:2-21; 21:18; Gal. 2:9). Jadi gereja di sebuah kota dipandang sebagai sebuah unit yang memiliki beberapa penatua.

“Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada”(Ams. 11:14). Berdasarkan nas ini, maka adalah berhikmat kalau pemimpin membagikan tanggung jawab dan otoritas di gereja, sehingga tidak ada orang yang akan mendominasi tanpa pertanggung jawaban. Satu-satunya pemimpin gereja Perjanjian Baru yang arogan adalah Diotrefes, yang "ingin menjadi terkemuka" sehingga ia menjalankan otoritas satu orang serta menolak yang lain (3Yoh. 9-10). Padahal biasanya, para penatua harus mencapai kesepakatan bersama dalam mengambil keputusan besar.

 

Memang tidak ada petunjuk dalam Perjanjian Baru mengenai jumlah penatua di setiap gereja. Tetapi biasanya tergantung pada seberapa banyak jumlah orang yang memenuhi syarat dan kebutuhan untuk penggembalaan di gereja. Semakin besar gereja, semakin banyak pemimpin yang akan dibutuhkan. Dengan demikian, prinsip dasar kepemimpinan gereja bahwa Kristus adalah Kepala jemaat, benar-benar diterapkan. Dia menjalankan kepemimpinan-Nya melalui para pemimpin yang diakui oleh gereja dan dewasa secara rohani.

 

4)   Tugas Utama Pemimpin Gereja adalah Memimpin Melalui Teladan dan Pengajaran Firman Allah. 

4a. Memimpin dengan Keteladanan dan Kehidupan Pelayanan yang Saleh.

1Petrus 5:1-3: "Aku menasihatkan para penatua di antara kamu, aku sebagai teman penatua dan saksi penderitaan Kristus, yang juga akan mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan kelak. Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu."

Tuhan Yesus adalah teladan bagaimana melayani. Dimana pada malam Dia dikhianati, Dia membasuh kaki para murid, dan menginstruksikan mereka agar pemimpin di antara mereka harus menjadi pelayan (Yoh. 13:1-17; Luk. 22:24-27). Sebagai pemimpin, kita harus menjadi pelayan yang saleh, meneladani kepemimpinan dari Gembala Agung kita.

4b. Mengajarkan Firman Tuhan dengan Setia.

Satu-satunya kualifikasi non-karakter untuk para pemimpin gereja adalah bahwa mereka cakap mengajar (1Tim. 3:2). Ini tidak selalu mengharuskan seorang pemimpin dapat berkhotbah atau mengajarkan Firman Allah dalam sebuah kelompok persekutuan yang besar saja. Tapi dia harus bisa duduk dengan orang yang lebih muda dan menjelaskan hal-hal tentang Tuhan dari Alkitab. Titus 1:9 menetapkan bahwa seorang penatua harus "berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya." Pengajaran Firman Allah dipandang  sebagai prioritas sebab Firman Allah adalah satu-satunya standar kita untuk iman dan perilaku, sehingga gembala jemaat harus didukung oleh gereja agar mereka dapat "bekerja keras dalam berkhotbah dan mengajar" (1Tim. 5:17; lih. Kis. 6:4).

 4c. Menggembalakan Kawanan Domba Allah.

Tugas penggembalaan juga meliputi tugas administrasi dan keuangan gereja. Tetapi tugas utama gembala jemaat adalah menggembalakan kawanan domba Allah (Kis. 20:28; 1Pet. 5:2), dan bersama dengan pemimpin gereja yang lain, gembala jemaat melakukan pekerjaan pelayanan itu. Dalam melayani jemaat, gembala jemaat mengenal mereka; memimpin mereka; memberi makan mereka; dan membimbing mereka ke padang rumput yang kaya dengan Firman Allah (Maz. 23; Yoh. 10:3-14; 1Tes. 5:12; 2Tim. 4:1-5; Tit. 1:9; Tit. 13:7).

Gembala jemaat juga menjaga mereka dari serigala (Yoh. 10:12; Kis. 20:29-30); mencari domba-domba yang tersesat dan membantu menyembuhkan luka-luka mereka dengan membantu mengembalikan mereka kepada Tuhan (Yoh. 10:16; Yeh. 34:4-5); mengoreksi kesalahan atau pemberontakan (2Tim. 4:2); dan melengkapi kawanan domba untuk pelayanan sehingga mereka dapat melayani Tuhan dengan karunia pelayanan yang telah Tuhan berikan kepada mereka (Ef. 4:11-16).

 

KUALIFIKASI PEMIMPIN GEREJA

(TIT. 1:5-9, 1TIM. 3:1-7)

 

1)   Memiliki Integritas Rohani

Ciri pemimpin yang memiliki integritas rohani ialah: hidupnya tidak tercela. Dia tidak menjalani kehidupan ganda, contohnya memiliki dosa rahasia yang orang lain tidak tahu. Dia menilai dosa-dosanya di dalam hati, di mana Tuhan melihat, bukan hanya dosa-dosa lahiriah yang dilihat orang lain. Jika dia berbuat dosa (dan kita semua melakukannya), dia cepat mengakui dan minta pengampunan. Sikapnya saat berada di gereja tidak berbeda dengan saat berada di rumah. Istrinya dan anak-anaknya akan menegaskan bahwa kepala keluarga mereka telah menyatakan buah Roh di rumah mereka.

 

Kedewasaan rohani memang membutuhkan waktu, usaha, dan disiplin sebab mencapai kedewasaan rohani itu tidak mudah! Tidak ada jalan pintas atau pengalaman ajaib yang mengangkat seseorang kepada kedewasaan rohani. Paulus mengatakan kepada Timotius (1Tim. 4:7), "... Latihlah dirimu beribadah." Ini adalah sebuah metafora atletik, yang menggambarkan seorang atlit yang ada dalam pelatihan demi sebuah perlombaan. Tidak ada jalan pintas. Tiap hari dia harus memperhatikan apa yang dia makan dan menghabiskan waktu berlatih sehingga dia bisa tampil dengan kondisi terbaik untuk acara tersebut. Dia tidak merasakan susah payahnya, tapi dia memikirkan tujuannya dan melawan perasaan  lelahnya serta keinginan dagingnya yang ingin bermalas-malasan. Begitulah sikap yang harus kita teladani dalam menghadapi perlombaan iman. Fokus untuk mencapai tujuan, yakni memiliki kehidupan yang saleh dan memuliakan Tuhan yang telah mengasihi dan menyelamatkan kita.


Semua orang Kristen harus
bertumbuh ke arah kedewasaan rohani. Terutama jika seorang menginginkan jabatan pemimpin gereja di masa depan, dia perlu mendisiplinkan dirinya untuk kebaikan sekarang. Dia harus berusaha agar tidak tercela di sekolah, di tempat kerja, di rumah, dan di dalam semua aspek hubungannya. Integritas butuh waktu, usaha, dan disiplin.

 

2)   Memiliki Kedewasaan Rohani yang Terlihat dalam Kehidupan Rumah Tangganya.

“Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?” (1Tim. 3:5). Jadi jika seseorang memiliki catatan buruk di dalam rumah tangganya, jangan promosikan dia untuk memimpin gereja!

 

2a. Suami dari Satu Istri.

Ada beberapa penafsiran dari pernyataan tersebut, tetapi saya mau menekankan bahwa seorang pemimpin jemaat hanya mengasihi satu wanita yakni istrinya dan mencurahkan perhatian pada istrinya, baik dalam tindakannya maupun batin atau pikirannya. Kehidupan pikirannya berada di bawah kendali Roh Kudus, sehingga ia tidak diperbudak oleh nafsu dan pornografi. Ia harus memiliki rekam jejak yang baik, tidak tercela dalam kesucian mental dan moral.

Ini bisa berarti bahwa walaupun seorang pria telah menikah puluhan tahun dan belum pernah bercerai, tapi bila memiliki pikiran penuh nafsu, harus didiskualifikasi dari menjadi pemimpin jemaat. Sebaliknya meskipun seseorang tidak menikah, tapi selama dia suci secara moral, termasuk kehidupan pikirannya, maka ia dapat menjadi pemimpin jemaat (lihat 1Kor. 7:1-9).

 

2b. Memiliki Anak-anak yang Percaya dan Bukan Pemberontak.
Titus 1: 6: "...
yang anak-anaknya hidup beriman dan tidak dapat dituduh karena hidup tidak senonoh atau hidup tidak tertib." Dan dalam 1Timotius 3:4, syaratnya adalah, "seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya." Ini tidak berarti bahwa pemimpin gereja harus memiliki anak, tapi jika memiliki anak-anak, mereka harus berada di bawah kendalinya.

 

Bagaimana hubungan pemimpin gereja dengan anak-anak mereka? Mereka harus mendidik anak-anak mereka dalam ajaran dan nasihat Tuhan dengan baik, serta menjadi teladan yang baik bagi anak-anak mereka. Jika tidak demikian, maka pemimpin gereja itu harus didiskualifikasi. Namun demikian, juga perlu diperhatikan bahwa tidak berarti anak-anak pemimpin gereja akan selalu menjadi contoh yang sempurna dalam ketaatan. Anak-anak adalah anak-anak! Anak-anak dari keluarga yang saleh seringkali tidak menaati orang tua mereka dan menimbulkan kemarahan orangtua. Seorang pemimpin gereja yang dewasa secara rohani akan memperbaiki dan melatih anak-anak mereka untuk mematuhi dan menghormati otoritas.

 

Paulus mengatakan bahwa seorang penatua harus "seorang kepala keluarga yang baik" (1Tim. 3: 4), Berarti itu mencakup semua aspek kehidupan rumah tangga, termasuk keuangan. Poin Paulus secara keseluruhan jelas: seorang pemimpin jemaat harus menjadi suami dan ayah yang saleh. Jika kehidupan rumahnya tidak teratur, jangan menjadi pengatur keluarga Tuhan, sebab bagaimana mengatur keluarga yang lebih besar jika mengatur keluarganya sendiri tidak bisa? (Tit. 1: 7).

 2c. Dewasa Secara Rohani Seperti Yang Terlihat dalam Karakternya.

Karakter yang tidak boleh dimiliki oleh pemimpin gereja yakni: peminum, pemarah, pemberang, hamba uang, dan angkuh. Intinya, pemimpin gereja tidak boleh memiliki karakter yg cacat. Sedangkan karakter yang harus dimiliki antara lain: sopan, suka memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dan dapat menguasai diri.

 

2d. Dewasa Secara Rohani Seperti Yang Terlihat dalam Ketaatannya pada Alkitab (Tit. 1:9).

Seorang penatua harus berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat.
Makna "
berpegang pada perkataan yang benar," artinya mengabdikan diri kepada Firman Tuhan. Untuk melakukan ini, kita harus memahami Firman Tuhan, yang berarti kita juga harus mempelajarinya. Ini adalah usaha seumur hidup. "Berpegang" artinya memiliki keyakinan yang Alkitabiah. Pemimpin gereja memegang teguh Injil dan kebenaran esensial yang berkaitan dengan Injil. Ia tidak mengubah pandangannya berdasarkan tren-tren terbaru. Standar moralitasnya berasal dari Alkitab, bukan dari budaya yang tak beriman. Ia tidak menyukai kontroversi, tapi juga tidak menghindarinya bila perlu.


Seorang penatua harus
sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran yang sehat. Doktrin yang tidak sehat merusak orang. Pada saat ini, banyak orang Kristen memandang doktrin sebagai hal yang memecahbelah atau tidak relevan dengan kehidupan. Namun, pola normal Paulus dalam surat-suratnya adalah menyusun doktrin terlebih dahulu sebelum beralih ke aspek praktisnya. Padahal Paulus tidak menulis surat-suratnya kepada siswa Sekolah Alkitab atau teolog, tapi untuk orang awam, dan banyak di antaranya adalah budak. Jadi anggota jemaat juga perlu dinasihati dengan doktrin yang sehat. Kata "menasihati" dalam Titus 1:9 ini berarti mendesak seseorang untuk mematuhi dan berubah, atau untuk mendorong atau menghibur, sesuai dengan kebutuhan.

 

Pemimpin gereja juga harus sanggup meyakinkan para penentangnya, yakni orang yang mengajarkan ajaran sesat. Sebab musuh selalu menyusup ke gereja dengan ajaran sesat sehingga pemimpin gereja harus berani menghadapinya. Kita tidak boleh menyerang, tapi bersikap baik dan sopan dalam menolak berkompromi dengan ajaran sesat.

MENGUNGKAP IDENTITAS ROH DALAM 1 SAMUEL 28

MENJADI JEMAAT YANG KOKOH

“Menangkal Ajaran Sesat Tentang “Roh” Dalam 1 Samuel 28”

Oleh: Pdt. Edy Siswoko, M.Pd.K. (Dosen STA Jember)






LATAR BELAKANG DAN TUJUAN PENULISAN

Mengacu pada tema nasional GPdI tahun ini, “Menjadi Jemaat yang Kokoh, Bertumbuh, Terang, dan Mulia,” maka tema ini mengandung peningkatan gagasan, sebab tujuan klimaks menjadi mulia, hanya bisa dicapai jika hal paling mendasar terwujud, yaitu menjadi kokoh. Tanpa dasar yang kokoh takkan ada pertumbuhan, yang ada hanya kehancuran (Luk. 6:48-49), tanpa  pertumbuhan tak akan dapat menjadi terang, apalagi memancarkan kemuliaan Tuhan. Karena itu “Menjadi Jemaat yang Kokoh” menjadi tema artikel ini. 

Menurut Efesus 4:14-15, menjadi jemaat yang kokoh tak bisa dilepaskan dari usaha memperteguh iman jemaat sehingga mereka tidak terus menjadi bayi rohani yang mudah diombang-ambing ajaran sesat. Karena itu artikel ini mengupas sudut pandang Alkitabiah dalam menangkal ajaran sesat, khususnya mengenai “roh” dalam 1Samuel 28, suatu ajaran sesat yang dibawa masuk pengajar nonGPdI yang akhir-akhir ini menggoyahkan sebagian jemaat GPdI. Pendapat mengenai identitas roh tersebut memang terbagi dua: sebagian meyakini itu adalah roh jahat yang menyamar sebagai roh Samuel dan sebagian meyakini itu benar-benar roh Samuel. Penulis sendiri meyakini bahwa itu adalah roh jahat yang menyamar. Karena itu artikel ini merupakan bentuk pertanggungjawaban keyakinan yang penulis pegang (1Pet. 3:15). 

Kesulitan mengidentifikasi siapa roh tersebut ialah karena identitas roh dalam 1Samuel 28 ini tidak cukup diselesaikan dengan pengetahuan bahasa asli Alkitab. Jika semua penafsiran Alkitab bisa diselesaikan dengan kepandaian bahasa asli, tentu para ahli-ahli Taurat yang semuanya ahli bahasa Ibrani akan mengakui Yesus sebagai Mesias. Tapi nyatanya mereka adalah pelopor penyaliban Yesus. Kesulitan-kesulitan itu contohnya: jika roh itu roh setan mengapa “nubuat” roh itu digenapi? Selain itu mengapa penulis Kitab dalam narasinya juga menuliskan dengan kalimat langsung yang membuat pembacanya menafsirkan roh itu sebagai Samuel. Semua kesulitan itu membuat sebagian orang tersesat dan mengatakan bahwa kasus ini adalah "kasus khusus" dan Tuhan mengizinkan Samuel untuk menemui Saul. Jika dosa tenung ini yang pada hakikatnya perzinahan rohani disebut dengan "kasus khusus" maka alasan "kasus khusus" akan dipakai oleh guru-guru sesat lainnya. Padahal,  semua kesulitan itu sebenarnya telah dijawab oleh Alkitab sendiri, seperti yang hendak penulis jelaskan pada artikel ini. Hanya saja artikel ini memiliki keterbatasan sebab ruang di media online yang tidak memungkinkan penulis untuk menampilkan semua analisa, bagan sintesa, dan pola kiastik Kitab Samuel. Namun paling tidak artikel ini sudah cukup mewakili jawaban Alkitab. (Pembaca bisa meminta file lengkap dengan menghubungi penulis)

Dampak ajaran sesat ini sudah banyak, contohnya ajaran pemanggilan arwah orang mati (ajaran Andereas Samudra) yang muncul sekitar tahun 1996 di Bandung dan memperoleh banyak pengikut, dimana Andereas Samudra ini mendasarkan ajarannya pada 1Samuel 28 ini. Belum lagi bagaimana dampaknya pada jemaat kalau sampai hamba Tuhan GPdI mengajarkan roh itu adalah roh nabi Samuel? Karena itu artikel ini merupakan bentuk pertahanan dari ajaran sesat dan pembelaan ajaran yang sehat (Tit. 2:1).

 

METODE DAN PROSEDUR

Metode yang penulis terapkan adalah metode hermeneutis yakni metode menafsirkan Alkitab. Prosedur hermeneutis yang digunakan antara lain: prosedur teologikal, prosedur penafsiran narasi, prosedur kontekstual, gramatikal, literal, historikal, dan nubuatan.

 

PENAFSIRAN TEOLOGIKAL

Prosedur ini menafsirkan berdasarkan apa yang telah Tuhan ajarkan dan firmankan secara langsung.

Pertama, dalam prinsip penafsiran teologikal, Firman Tuhan tidak membantah diri-Nya sendiri, sehingga bila suatu ajaran menabrak hukum dan ketetapan Tuhan yang jelas dan benar maka: kita harus mencari penyelesaian berdasarkan ayat lain yang lebih jelas, benar, dan sesuai dengan ajaran Alkitab. Ayat yang tidak jelas harus tunduk (menyerah) pada ayat yang jelas. 

Kedua, berdasarkan apa yang telah Tuhan ajarkan dan firmankan secara langsung maka roh itu bukan roh Samuel, karena praktik memanggil roh ini dilarang langsung oleh Tuhan, Tuhan menyebutnya “najis” (Im. 19:31) dan “zinah rohani” (Im. 20:6) bahkan harus dihukum mati (Im. 20:27, lihat pula Ul. 18:11; 1Sam. 28:3, 9; 2Raj. 21:6; 23:24; 2Taw. 33:6; Yes. 8:19; 19:3).Tuhan tak bisa melanggar larangan-Nya sendiri, Firman-Nya tidak pernah berubah untuk selamanya (Mzm. 89:35). Jika Tuhan melanggar larangan-Nya sendiri, artinya Tuhan mendorong manusia untuk juga melanggar larangan Tuhan. Menerima bahwa itu roh Samuel sama saja menuduh Tuhan tidak konsisten, plin-plan. 

Ketiga, berdasarkan Firman-Nya sendiri tentang sifat-Nya yang Mahakudus (Yes. 40:25), maka jelas roh itu bukan roh Samuel sebab pemanggilan arwah itu dosa yang keji. Mengakui bahwa itu roh Samuel sama dengan mengakui bahwa Tuhan tidak kudus, Tuhan bisa berdosa. Kalau Tuhan pernah berdosa, apa bedanya dengan iblis dan apa bedanya dengan manusia (Kel. 15:11)? Tidak ada yang menyamai Tuhan dalam kekudusan-Nya! 

Kempat, berdasarkan apa yang telah Tuhan ajarkan sendiri mengenai jalan-jalan Tuhan, bahwa Dia adalah jalan kebenaran (Yoh. 14:6), dan memimpin manusia di jalan yang lurus (Hos. 14:9-10; Ams. 4:11), maka roh itu bukan roh Samuel.

Bagaimana dengan pendapat bahwa roh itu roh Samuel karena sudah tidak ada nabi benar lain pada saat itu? Ini pendapat yang salah! Saul memang sudah membunuhi 85 imam di Nob (1Sam 22), dan nabi Samuel pun sudah mati, tetapi masih ada banyak nabi-nabi lain dimana Tuhan juga berfirman kepada mereka. Contohnya adalah nabi Gad (1Sam. 22:5) dan nabi-nabi murid-murid Samuel (1Sam. 19:20). Tuhan tak pernah kekurangan cara yang benar dan lurus karena kuasa-Nya tidak terbatas. Meski misalnya semua imam dan nabi yang tersisa dibunuh Saul, Tuhan tak kekurangan cara yang benar, contohnya: Tuhan bisa memakai malaikat, memakai mimpi, memakai ikan paus dan pohon jarak untuk menyadarkan Yunus, memakai kokok ayam untuk mengingatkan Petrus, atau membuat keledai bicara untuk menegur Bileam. Jadi, jika ada orang yang mengakui roh itu roh Samuel, ia sama dengan menganggap kuasa Tuhan itu terbatas, ia menganggap pada saat-saat tertentu Tuhan akan melanggar aturan-Nya sendiri karena Dia tidak sanggup memikirkan cara yang lain yang benar dan lurus. Ini adalah penghinaan terhadap kuasa Tuhan yang tak terbatas. 

Kelima, berdasarkan apa yang telah Tuhan ajarkan sendiri mengenai sifat Tuhan yang adil, maka roh itu bukan roh Samuel sebab Saul sudah berkali-kali terbukti tidak mau bertobat (1Sam. 15:19; 1Sam. 15:11a; 1Sam. 13:13a), sehingga hukuman Tuhan pada Saul sudah final (1Sam. 15:23-29). 

Bagaimana dengan kemungkinan bahwa Tuhan terpaksa mengutus roh Samuel untuk menegur Saul sebab Saul tidak mau bertobat meski ditegur berkali-kali? Tanggapan: Tuhan sudah menjatuhkan hukuman final pada Saul semasa Samuel masih hidup bahkan sampai diulang 3 kali (1Sam. 15:23-29). Keputusan final itu dibuktikan dengan perkataan Samuel bahwa Tuhan tidak akan menyesali hukuman itu dan Samuel tak akan mendampingi Saul lagi, Tuhan juga telah memilih Daud sebagai pengganti Saul dan sejak saat itu Tuhan tidtak pernah menyuruh Samuel memperingatkan Saul lagi semasa Samuel hidup (1Sam. 15:35). Keputusan juri-juri yang notabene keputusan manusia saja tidak bisa diubah, apalagi keputusan Tuhan? Apa untungnya Tuhan mengutus roh Samuel untuk menegur Saul? Apa Saul akan bertobat? Memangnya Tuhan itu bodoh? Penilaian Tuhan itu sempurna, Dia Sang Mahatahu jadi bisa menilai apakah orang itu masih bisa disadarkan atau tak bisa disadarkan. Orang yang tak mau bertobat meski ditegur berkali-kali, akan dibiarkan Tuhan tertimpa hukuman (Ams. 1:24-33; Yes. 55:6). Ajaran Tuhan Yesus juga mengajarkan untuk “mengebaskan debu” dari orang yang menolak untuk bertobat, untuk menjauhkan orang fasik dari persekutuan bila mereka tak mau bertobat, dsb.

Lagi pula, ingat kisah orang kaya di neraka yang minta agar “roh Lazarus yang sudah mati” menegur keluarganya yang masih hidup? Abraham menjawab, hal itu tak dapat dilakukan. Melalui kisah ini Alkitab menyatakan secara tegas bahwa Tuhan tak akan mengirimkan roh orang mati untuk menegur orang-orang hidup.

Lalu bagaimana dengan pemunculan Musa dan Elia? Pemunculan Musa dan Elia bukan untuk menegur manusia di bumi. Selain itu, dalam pemunculan Musa dan Elia tidak ada ritual setan, mereka juga bukan dipanggil oleh dukun si hamba setan. Jadi dalam pemunculan Musa dan Elia jelas Tuhanlah yang berkarya, karena tidak ada dosa yang Tuhan lakukan, tidak ada Firman-Nya yang Tuhan langgar. Martin Luther mengatakan pemunculan roh dalam 1Samuel 28 dilakukan dengan ritual setan, dilakukan oleh dukun hamba setan bersama Saul dalam keadaan berdosa dan melanggar Firman Tuhan, karena itu setanlah yang berkarya dalam kemunculan roh itu (Keil & Delitzsch). 

Keenam, berdasarkan apa yang telah Tuhan ajarkan sendiri mengenai iblis yang adalah pendusta dan bapak segala dusta (Yoh. 8:44), maka roh itu adalah setan yang menyamar menjadi roh Samuel. Karena sedang menyamar, tentu ia bersikap dan berkata-kata seperti Samuel. Menyamar jadi malaikat dan berkata-kata seperti malaikat saja dia juga bisa (2Kor. 11:13-14), apalagi cuma menyamar jadi nabi Samuel? Jangan mengira setan itu bodoh, polos, selalu bersikap dan berkata apa adanya. Ia cerdik namun pendusta dan bapak segala dusta (Yoh. 8:44). Kalau tidak cerdik dan licik maka iblis tak bisa menjatuhkan Adam & Hawa. Ia mengutip Firman Tuhan saat mencobai Yesus, jadi tak usah heran kalau ia mengutip kata-kata Samuel. Setan bisa mengutip kata-kata siapapun sebab ia punya memori ribuan tahun karena ia sudah hidup sebelum manusia ada.  

Sebagian orang berpendapat roh itu adalah roh Samuel karena tidak ada untungnya bagi setan menyamar jadi roh Samuel. Nah, orang percaya harus memiliki penglihatan rohani, sebuah sudut pandang Tuhan (bukan kemahatahuan, tapi kepekaan), yang mampu menguji setiap roh. Memang “kelihatannya” tidak ada untungnya bila setan menyamar jadi roh Samuel dan menegur Saul. Tapi bahaya yang sesungguhnya ada di balik praktek pemanggilan arwah itu sendiri dan iblis memperoleh keuntungan sangat besar bila jemaat percaya roh tersebut adalah roh Samuel, karena akan memotivasi jemaat untuk juga menggunakan cara sesat ini. Jemaat akan menilai bahwa, “Melalui pemanggilan arwah ini orang dapat mengetahui masa depan, dan meski dilarang oleh Tuhan ternyata Tuhan sendiri melakukannya dan ternyata Tuhan juga bisa berkompromi dengan dosa, karena itu tidak masalah kalau kita sekali-kali juga berkompromi dengan dosa!” Nah, sadarkah kita betapa Hukum dan Ketetapan Tuhan akan jadi tidak berarti bahkan dihina serta diinjak-injak bila Tuhan memunculkan Samuel dengan cara sesat ini? Kalau kita sendiri menyadari dan mengerti bahaya dari ajaran ini, apalagi Tuhan yang hikmat dan pengertiannya tak terbatas?

 

PENAFSIRAN NARASI

Prosedur ini menafsirkan berdasarkan sifat khusus narasi sebab Kitab Samuel ditulis dengan metode narasi (cerita), jadi harus diketahui lebih dulu prinsip penafsiran narasi.

Pertama, narasi tidak dapat ditelan mentah-mentah sebab bukan teks didaktik, jadi kita sendiri yang harus mencari tahu inti dan amanat yang terkandung dalam narasi tersebut dengan berdasarkan apa yang telah Allah firmankan di bagian Alkitab yang lain. Berdasarkan prinsip ini maka saat membaca kisah Saul memang kita tidak diberitahu apakah Tuhan mengizinkan roh Samuel muncul, tapi kita tahu dari Firman Tuhan di bagian yang lain bahwa Tuhan yang kudus tidak mungkin melakukannya sebab itu dosa yang Dia kecam dengan hukuman mati dan Tuhan tak mungkin menuruti keinginan dosa manusia. Pendapat bahwa roh itu adalah roh Samuel adalah penafsiran yang terlalu harafiah, terburu-buru, dan tidak memahami prinsip hermeneutik Alkitab. Menafsirkan Alkitab terlalu harafiah mengakibatkan kita mudah disesatkan. Contohnya: perintah untuk mencungkil mata, memotong tangan dan kaki dalam Matius 5:29-30 tidak bisa kita telan mentah-mentah sebab bertentangan dengan ajaran Tuhan. Menafsirkan Alkitab terlalu harafiah berakibat sama dengan ahli-ahli Taurat yang buta pada Mesias, buta pada kebenaran, memusuhi Yesus karena menyembuhkan pada hari Sabat, tidak memahami hal-hal rohani, dan menjadi penyesat. 

Kedua, guru sesat yang mengajarkan roh tersebut sebagai Samuel sering menjadikan sudut pandang penulis Kitab sebagai senjata andalan mereka, padahal mereka tidak mengerti bahwa narasi Alkitab sering tidak memberitahukan pada kita benar atau tidaknya sesuatu hal secara ilmiah maupun teologis.  Sebagai contoh, jika anda membaca suatu cerita di majalah, apakah anda dengan bodohnya menganggap ucapan dan tindakan para tokohnya sebagai kebenaran? Atau anda dengan bodohnya percaya dengan sudut pandang penulis cerita? Ucapan dan tindakan pelaku atau tokoh dalam narasi Alkitab "belum tentu benar." Kalimat pengantar penulis narasi juga belum tentu benar. Bukan berarti penulis Kitab itu tidak diilhami Roh Kudus, bukan! Para pembaca Alkitab sendiri yang tidak mengerti, bahwa penulis Kitab seringkali hanya menceritakan sesuatu berdasarkan sudut pandang pelaku,” berdasarkan “apa yang kelihatannya terjadi” dan berdasarkan “pengakuan pelaku.” Itu sebabnya kita harus menilai narasi dengan sudut pandang Allah yang telah kita ketahui dari bagian Alkitab yang lain.

Berdasarkan prinsip ini maka saat membaca kisah Saul kita bisa memahami mengapa di sepanjang kisah ini penulis Kitab berulang kali menyebut roh itu sebagai “Samuel,” sebab penulis Kitab menulis demikian berdasarkan “sudut pandang Saul” dan karena “kelihatannya” roh itu seperti Samuel serta karena roh itu “mengaku” sebagai Samuel, tetapi itu bukan fakta sebenarnya yang ia percayai. Mengapa penulis Kitab tidak menyebutkan saja “roh” itu sebagai “setan yang menyamar sebagai Samuel, supaya jelas?” Kita tak bisa mendikte gaya penulisan narasi Alkitab. Sudah berkali-kali dijelaskan bahwa memang seperti itulah gaya penulisan narasi. Makanya kita harus menilai narasi berdasarkan sudut pandang Allah yang telah kita ketahui dari bagian Alkitab yang lain. Inilah pentingnya mengetahui prinsip dasar hermeneutis dalam menafsirkan kasus-kasus dalam Alkitab.

Banyak contoh di Alkitab tentang gaya penulisan narasi yang seperti itu. Dalam Kejadian 1:16 penulis Kitab “kelihatannya” mengajarkan bintang-bintang lebih kecil dari matahari & bulan, padahal kita tahu bintang-bintang itu jauh lebih besar dari matahari dan bulan. Penulis Kitab tidak bermaksud mengajarkan demikian, ia hanya menulis berdasarkan “kelihatannya.” Selain itu disebutkan bahwa bulan adalah satu dari dua benda penerang, padahal kita tahu bahwa sebetulnya bulan itu benda gelap yang tidak memancarkan cahayanya sendiri. Tetapi karena “kelihatannya” bulan memberi terang, maka oleh penulis Kitab bulan juga disebut “benda penerang.”

Dalam Hakim-hakim 16:17-19 penulis Kitab “kelihatannya” mengajarkan kekuatan Simson terletak pada rambut. Padahal penulis Kitab hanya menulis berdasarkan sudut pandang (pendapat) Simson. Bila kita menerima mentah-mentah narasi penulis Kitab ini, maka kita akan menabrak ayat-ayat lain yang mengatakan kekuatan Simson berasal dari Roh Tuhan (Hakim 14:6; 15:14, dsb). Dalam hal ini kita harus menerima ayat yang selaras dengan ajaran Tuhan. Ayat yang mengatakan “kekuatan Simson terletak pada rambut” harus tunduk pada ayat yang jelas & benar yang mengatakan “kekuatan Simson terletak pada Roh Tuhan.”

Contoh lain, dalam Mazmur 19:5-7 penulis Kitab “kelihatannya” mengajarkan matahari mengelilingi bumi, padahal ia tidak bermaksud demikian. Kita semua tahu bahwa sebetulnya bumi yang mengelilingi matahari, dan bumi ini berputar pada porosnya. Jadi penulis Kitab menulis berdasarkan karena “kelihatannya” matahari yang bergerak mengelilingi bumi, maka penulis Kitab menulis demikian.

Contoh dalam PB, dalam Kisah Rasul 8:13 penulis Kitab mengatakan Simon tukang sihir “menjadi percaya” tetapi dari kata-kata Petrus kepada Simon tukang sihir dalam ayat 20-23 jelas bahwa Simon belum percaya. Lalu mengapa Lukas sebagai penulis Kisah Para Rasul tadinya mengatakan Simon “menjadi percaya”? Karena “kelihatannya” Simon percaya, dan karena Simon sendiri “mengaku” percaya.

 

PENAFSIRAN KONTEKSTUAL

Prosedur ini menafsirkan berdasarkan konteks dekat dan jauh.

Pertama, dari penyelidikan terhadap konteks dekat narasi ini, ternyata roh itu bukan roh Samuel karena Tuhan memang sudah tidak mau berkomunikasi lagi dengan Saul, baik itu menjawab, memperingatkan, maupun  menegur Saul baik dengan mimpi, Urim, Tumim, maupun melalui nabi-nabi (ay. 6). Tuhan bisa saja memakai cara-cara yang unik dan lurus untuk menegur Saul seperti memakai kuda (kasus Bileam), ikan paus dan pohon jarak (kasus Yunus), ayam (kasus Petrus), tapi sayangnya Tuhan sama sekali sudah tak mau berurusan dengan Saul. Jadi mari kita pakai akal budi untuk sedikit berpikir: karena Tuhan sudah tidak mau berkomunikasi dengan Saul melalui sarana atau cara yang benar, apa mungkin Tuhan berkomunikasi dengan Saul melalui cara-cara sesat yang dibenci-Nya, disebut-Nya najis, disebut perzinahan, dan diancam-Nya dengan hukuman mati? Tidak mungkin bukan? Karena itu, mengakui roh itu sebagai roh nabi Samuel adalah fitnahan yang keji terhadap Allah yang kudus. 

Kedua, mari melihat konteks jauh, yaitu konteks satu perjanjian yang sama. Dalam 1Tawarikh 10:13-14 disebutkan bahwa Saul minta petunjuk arwah. Mengapa tidak disebutkan “arwah Samuel” kalau memang roh itu adalah roh Samuel? Selain itu disebutkan Saul tidak minta petunjuk Tuhan. Waktu masih hidup nabi Samuel adalah sumber petunjuk Tuhan. Kalau roh itu roh Samuel mengapa 1Tawarikh 10:14 menegaskan bahwa Saul tidak minta petunjuk Tuhan? Selain itu disebutkan 1Tawarikh 10:13-14 bahwa Tuhan membunuh Saul karena dosa bertenung tersebut. Kalau memang kemunculan roh itu diizinkan Tuhan dan Tuhan benar-benar memunculkan roh Samuel, mengapa justru Saul disalahkan dan dibunuh Tuhan? Jadi jelas menurut 1Tawarikh roh itu bukan roh Samuel. Hal ini juga sesuai dengan Prinsip Teologikal di atas yang berbunyi "ayat yang tidak jelas harus tunduk (menyerah) pada ayat yang jelas." 1Tawarikh 10:13-14 adalah ayat yang langsung dan jelas, sehingga penafsiran 1 Samuel 28 harus tunduk pada 1 Tawarikh 10:13-14.

Pertanyaan yang sering ditanyakan orang ialah, mengapa Tuhan tidak mau berkomunikasi dengan Saul lagi?

a)    Karena Saul tidak mencari kehendak Tuhan dengan sungguh-sungguh. Ketidaksungguhan dalam mencari kehendak Tuhan sudah jadi sifat Saul. Saat keadaannya terjepit Saul selalu menuruti kehendaknya sendiri (1Sam. 14:19). Ketidaksungguhan Saul terbukti lagi dalam 1Samuel 28 ini, ketika Tuhan tidak menjawab, dia memutuskan mencari dukun. Betapa mudahnya Saul berpaling dari Tuhan. Bila Saul sungguh-sungguh, seharusnya ia instropeksi diri mengapa Tuhan tidak menjawabnya, bertobat dan merendahkan diri, berdoa dan berpuasa, bukan malah berbuat dosa dengan berpaling pada setan. Rupanya keadaan terjepit membuktikan bahwa Saul adalah orang yang tidak setia.

b)   Karena dosa-dosa yang belum dibereskan Saul. Dosa Saul yaitu kesombongan, keserakahan, tidak taat, bebal, iri hati, kebencian, pembunuhan imam-imam, dsb. Saul sama sekali tidak pernah bertobat dari dosa-dosa tersebut, sehingga Saul meminta petunjuk Tuhan dalam keadaan penuh dosa. Tentu saja Tuhan tidak mau menjawab Saul. Lihat perkataan Saul pada roh itu, meski Saul menyangka roh itu roh nabi Samuel namun sama sekali tak ada kata-kata penyesalan atas dosa-dosanya, Saul malah menyalahkan Tuhan serta memakai “sikap diam” Tuhan sebagai alasan untuk berdukun (ay. 15). Ini adalah peringatan bagi kita, Tuhan takkan menjawab doa kita kalau kita tidak mau bertobat (Maz. 66:18-19).

c)    Karena Saul tidak mau dengar-dengaran Firman Tuhan, maka Tuhan pun tidak mau mendengarkannya. Saul sudah berkali-kali menolak suara Tuhan (1Sam. 15:19; 1Sam. 15:11a; 1Sam. 13:13a). Pada masa PL, petunjuk Tuhan bisa diperoleh dari imam-imam dan nabi-nabi. Namun saat masih banyak imam serta nabi di Israel, Saul tidak menuruti petunjuk mereka, ia bahkan membunuh imam-imam dan tak mau mendengar suara nabi-nabi. Wajar bila Tuhan tak mau menjawabnya saat ia butuh. Maka benarlah Firman Tuhan bahwa saat orang tak mau bertobat meski ditegur berkali-kali, Tuhan akan membiarkannya tertimpa hukuman (Ams. 1:24-33; Yes. 55:6).

 

PENAFSIRAN GRAMATIKAL

Prosedur ini menafsirkan berdasarkan struktur tata bahasa.

Pertama, penyelidikan secara gramatikal ayat 13 didapatkan jawaban bahwa roh itu bukan roh Samuel, karena muncul dari dalam bumi. Kalimat “muncul dari dalam bumi” dalam NKJV “ascending out of the earth” (naik dari bumi). Kata “muncul” dalam bahasa aslinya berbentuk Present Participle yaitu œlîm dan artinya ialah “sedang naik.”  Kata kerja œlîm itu berbentuk jamak, artinya roh yang dimaksud bukan tunggal namun lebih dari satu roh. Penyelidikan ini makin memperjelas bahwa roh itu bukan roh Samuel melainkan roh-roh jahat. Frase “naik dari bumi” menunjukkan bahwa roh itu tadinya berada di bawah tanah. Sesuai praktik spiritisme yang biasanya dengan menggali lubang di tanah dan memberi macam-macam persembahan di dalamnya untuk memikat roh-roh tersebut (Wenham Commentary).

Jadi, kalau roh itu memang roh nabi Samuel, maka tentunya ia digambarkan “turun dari sorga” atau “turun dari atas” sebab sorga digambarkan ada “di atas.Seperti Yesus turun dari sorga (Yoh. 3:13; Yoh. 6:38; 1Tes. 4:16). Dalam Kejadian 5:24 kata “diangkat” menyatakan Henokh ada di atas, bukan di bawah. Dalam 2Raja-raja 2:1-11 kalimatTuhan hendak menaikkan Elia ke sorga menyatakan bahwa sorga ada di atas. Sedang neraka biasanya digambarkan ada di bawah (Ams. 15:24; Luk. 16:23; Mat. 11:23a). 

Kedua, bagaimana dengan pendapat seorang guru sesat yang mengatakan bahwa pada masa Perjanjian Lama roh-roh orang benar ada di Hades dan dijaga oleh setan, sehingga roh-roh orang kudus itu bisa dimunculkan setan? Ini tidak benar sebab Hades adalah tempat penuh penderitaan (Luk. 16:23), jadi pikirkanlah mungkinkah roh orang benar harus menderita bersama-sama orang jahat di Hades? Alkitab menunjukkan bahwa orang mati pada masa PL maupun PB langsung masuk tempat yang damai (Yes. 57:1-2). Sekalipun Hades dipahami sebagai tempat penantian yang netral, itu pun tidak benar, sebab kepercayaan tentang tempat penantian yang netral adalah kepercayaan agama-agama lain, bukan iman kristen.

Alkitab menunjukkan bahwa orang mati pada masa PL maupun PB langsung masuk ke Firdaus yang damai (Yes. 57:1-2) atau Sheol/Hades yang menyakitkan (Ul. 32:22). Buktinya orang Sodom Gomora yang hidup pada masa PL. Dalam Yudas 1:7 dikatakan orang Sodom Gomora telah menanggung siksaan api kekal. Digunakan kata-kata “telah menanggung” (Yunani: “Hupechousai”) yang merupakan “present participle,” sehingga bisa diartikan “sedang menanggung.” Ini menunjukkan bahwa pada masa PL orang mati yang jahat langsung masuk Sheol/Hades dan orang benar masuk Firdaus yang damai. Tidak ada bukti bahwa roh orang benar pada masa PL masuk Hades. Bukti lainnya kisah orang kaya dan Lazarus dalam Lukas 16:23-25. Kisah ini masih masuk Perjanjian Lama sebab Yesus belum mati dan bangkit. Dikatakan bahwa orang kaya itu menderita sengsara di alam maut (Sheol/Hades). Kisah ini menunjukkan bahwa orang benar saat mati langsung masuk Firdaus dan orang jahat saat mati langsung masuk Hades. 

Dalam PB juga sama, begitu mati dan roh kita meninggalkan tubuh, kita langsung memiliki rumah di sorga. Dalam 2Korintus 5:1 bentuk waktu “present” dari kata “memiliki” (ekhomen) menyatakan begitu mati kita langsung mendapatkan rumah di sorga itu. Paulus percaya bahwa begitu mati ia akan masuk sorga, bukan di Hades. Bagi Paulus, mati sama dengan pulang ke rumah Bapa dan diam bersama Kristus (2Kor. 5:8; Flp. 1:23). Juga dalam Lukas 23:43 Yesus sendiri berkata bahwa penjahat yang bertobat di kayu salib begitu mati akan langsung masuk ke Firdaus (sorga). Kata “Firdaus” hanya disebut 3 kali dalam PB dan semuanya bermakna sorga (2Kor. 12:2-4; Why. 2:7 dan Luk. 23:43). Dan karena Samuel adalah nabi benar (bukan nabi palsu) maka saat ia mati ia langsung masuk sorga, sehingga bila “roh” tersebut benar roh Samuel maka seharusnya ia turun dari sorga, bukan “naik dari bumi.” Jelas bahwa roh tersebut roh jahat yang menyamar jadi roh Samuel.

 

PENAFSIRAN LITERAL

Prosedur ini menafsirkan berdasarkan makna kata dalam ayat tersebut dan dalam ayat-ayat lain.

Pertama, roh itu bukan roh Samuel, karena arti kata benda Ibrani OB yang diterjemahkan sebagai “arwah” dan “pemanggil arwah” sebenarnya dalam bahasa Ibrani sendiri masih kabur dan kurang jelas artinya. Dalam Ayub 32:19 OB berarti kirbat atau botol kulit. Begitu pula pendapat Keil & Delitzsch dalam komentari mereka tentang OB yang berarti sebuah kulit: “The word is connected with OB, a skin.” OB atau OBOT diduga merupakan pengejaan orang Ibrani terhadap kata ABOT yang artinya bapa-bapa (Wenham Commentary). Mungkin itu sebabnya OB dipakai menunjuk pada roh nenek moyang. 

Kedua, roh itu bukan roh Samuel, karena pemakaian kata OB dalam Alkitab disebut 16 kali tapi lebih banyak (10 kali) dipakai untuk menegaskan bahwa praktek pemanggilan roh dimurkai Allah (Im. 19:31; Im. 20:6; Im. 20:27; Ul. 18:11; 2Raj. 21:6; 2Raj. 23:24; 1Taw. 10:13; 2Taw. 33:6; Yes. 8:19; Yes. 19:3). Kisah Lazarus dan orang kaya adalah bukti bahwa hubungan antara orang mati dan orang hidup sudah terputus. Jadi Allah memurkai praktek pemanggilan roh orang mati dan menyebutnya zinah (zinah rohani) sebab Allah tahu kalau manusia meminta petunjuk kepada roh orang mati maka roh jahatlah yang datang dan memberi petunjuk.

Bagaimana dengan kemungkinan bahwa dari istilah “pemanggil arwah” bisa disimpulkan bahwa ada orang tertentu yang memang bisa memanggil “arwah?” Dan juga bukankah larangan Tuhan itu sendiri juga bisa menunjukkan bahwa roh orang mati bisa dipanggil? Semua itu pendapat yang sesat! Larangan Tuhan meminta petunjuk kepada roh orang mati menunjukkan bahwa praktik minta petunjuk roh orang mati ini sering dilakukan manusia, hanya itu saja, dan tidak berarti bahwa roh orang mati bisa dipanggil dan dimintai petunjuk. Tuhan melarang umat-Nya minta petunjuk kepada berhala (2Raj. 1:3,6,16; Yes. 19:3). Larangan ini menunjukkan bahwa praktik minta petunjuk pada berhala sering dilakukan manusia, hanya itu saja! Larangan itu tidak membuktikan bahwa berhala-berhala bisa memberi petunjuk, sebab Tuhan sendiri berfirman bahwa berhala tidak dapat berbuat apa-apa (Ul. 4:28, Maz. 115:4-8, Yes. 41:21-24, Yer. 10:5). Tuhan juga melarang umat-Nya minta petunjuk pada bintang-bintang. Larangan Tuhan ini menunjukkan bahwa praktik minta petunjuk pada bintang-bintang itu sering dilakukan manusia (Yes. 47:13-14), hanya itu saja! Larangan itu tidak berarti bahwa bintang-bintang bisa meramalkan masa depan manusia. Hanya manusia sendiri yang tersesat dan mempercayai bintang-bintang bisa memberi petunjuk akan masa depannya. Jadi, tidak ada bukti apapun dari Alkitab bahwa manusia bisa memanggil roh orang mati. Tuhan sudah tahu kalau manusia minta petunjuk kepada berhala, bintang, dan juga roh orang mati, maka setanlah yang datang dan memberi petunjuk. Karena itulah Tuhan melarang praktik ini agar manusia tak terlibat dengan setan. 

Ketiga, roh itu bukan roh Samuel, karena dalam ayat 15 roh itu bisa “diganggu.” Kata “mengganggu” dalam ayat 15 merupakan kata kerja bentuk “Hiphil” yang arti literalnya “menyebabkan tidak tenang” padahal roh orang benar pada masa PL maupun PB sudah bersama Tuhan, tinggal dalam damai dan tak bisa diganggu oleh siapapun apalagi oleh kuasa-kuasa gelap (Yes. 57:1-2; Why. 14:13). Dengan mengatakan “merasa terganggu,” roh jahat itu bermaksud meyakinkan Saul bahwa ia memang sedang berhadapan dengan roh Samuel yang sudah tenang bersama Tuhan dan tak seharusnya diganggu Saul lagi. Tapi, justru perkataan roh jahat itu sendiri yang membongkar kedok penyamarannya. John Calvin juga memastikan bahwa itu bukan roh Samuel sebab setan tak punya kuasa atas jiwa orang-orang kudus yang ada dalam pemeliharaan Tuhan. Jiwa-jiwa orang-orang kudus beristirahat dan hidup dalam Allah, menunggu kebangkitan tubuh mereka (Keil & Delitzsch). 

Adam Clarke beranggapan roh itu roh Samuel sebab roh itu datang bukan karena dipanggil oleh dukun perempuan itu, makanya dukun itu berteriak kaget sebab ia belum sempat memanggil Samuel dengan ritual arwah namun Samuel tahu-tahu sudah datang (ay. 11-12). Tapi kalau benar perempuan itu belum melakukan ritual, mengapa roh itu sendiri yang bilang kalau Saul sudah “memanggilnya” dan panggilan itu membuatnya terganggu (ay. 15)? Jadi, tidak benar kalau dikatakan oleh guru-guru sesat bahwa dukun itu belum melaksanakan ritual setan yang keji & dilarang Tuhan. Dukun itu sudah melaksanakan ritual pemanggilan arwah, terbukti dengan perkataan roh itu yang menyatakan bahwa Saul sudah memanggilnya.

Jelas sekali dari konteks dekat ayat itu, bahwa teriakan kaget dukun itu bukan karena yang dilihatnya adalah roh nabi Samuel asli, tapi karena ia takut Saul akan membunuhnya.  Tadinya ia tak tahu kalau tamunya adalah Saul (karena Saul menyamar), namun saat ia melihat tampilan roh yang muncul mirip seperti nabi Samuel saat hidup maka ia sadar bahwa ternyata “Samuel” yang diminta Saul untuk dipanggil adalah nabi Samuel (di Israel nama Samuel itu nama yang umum dan nabi Samuel bukan satu-satunya yang memiliki nama itu, sehingga perempuan dukun itu mengira yang mau dipanggil adalah "Samuel lain"). Tampilan roh mirip nabi Samuel itu membuat si dukun sadar bahwa tamunya adalah raja Saul, dan dukun itu takut semua itu jebakan untuk membunuh dia (ingat latar historis kitab ini bahwa Saul sudah banyak membunuhi para dukun sebelumnya). Buktinya ialah perkataan dukun itu kepada Saul: “mengapa engkau menipu aku? Engkau sendirilah Saul.” Saul juga mengerti kalau wanita itu takut padanya, itu sebabnya Saul menenangkan perempuan itu dengan berkata “janganlah takut” (ay. 13). Kata-kata perempuan itu membuktikan bahwa ia berteriak karena ia baru mengetahui identitas tamunya adalah Raja Saul dan takut Saul akan membunuhnya seperti yang Saul lakukan pada para dukun lainnya sebelumnya.

 

PENAFSIRAN NUBUAT

Prosedur ini menafsirkan berdasarkan prinsip penafsiran nubuatan.

Pertama, nubuat yang tergenapi tidak membuktikan bahwa roh itu roh Samuel, karena nabi palsupun bisa menubuatkan sesuatu dan tergenapi (Ul. 13:1-5). Nabi palsu yang notabene antek setan saja bisa menubuatkan sesuatu dan digenapi, terlebih lagi setan, ia bisa menubuatkan sesuatu dan digenapi.

Firman Tuhan dalam Ulangan 13:1-5 jelas mengatakan bahwa nabi palsu itu bernubuat dan nubuatannya digenapi, tetapi ia bukan nabi benar tapi nabi palsu karena ia mengajak umat Tuhan untuk berbuat dosa, dan nabi palsu itu harus dihukum mati. Begitu juga dengan nubuat roh dalam 1Samuel 28 ini, meski nubuat itu tergenapi namun ritual pemanggilan arwah yang dilakukan dukun hamba setan itu sendiri mendorong umat Tuhan untuk berbuat dosa, sehingga jelas bahwa roh itu bukanlah roh Samuel karena Samuel adalah nabi benar. Roh itu roh Samuel palsu (setan yang menyamar), karena setanlah yang akan mendorong manusia untuk murtad atau berdosa.

Tuhan yang kudus tidak pernah melayani keinginan dosa manusia. Keinginan Saul untuk mencari jawaban dari roh Samuel yang sudah mati adalah keinginan dosa, sehingga Tuhan tidak mungkin menuruti keinginan dosa itu dengan mengutus roh Samuel. Satu-satunya yang bisa melayani atau menuruti keinginan dosa manusia hanyalah setan. 

Kedua, nubuat yang tergenapi tidak membuktikan bahwa roh itu adalah roh Samuel, karena setan pun kadang bisa meramalkan masa depan dengan tepat. Iblis itu tidak mahatahu, tetapi kadang bisa meramalkan masa depan secara tepat karena diizinkan Tuhan dan juga karena iblis pandai membaca sikon. Contohnya sebelum kematian raja Ahab, roh-roh jahat sudah mengetahui lebih dulu bahwa Tuhan akan mengambil nyawa Ahab dalam perang, sebab mereka diberi izin oleh Tuhan (1Raj. 22:20-22), dsb. Keil & Delitzsch mengutip kata-kata Calvin bahwa Allah kadang memberi kepada iblis izin untuk menyatakan rahasia-rahasia yang mereka dapatkan dari Tuhan. Dua kisah tersebut membuat kita paham bahwa dalam kasus Saul, Tuhan mengizinkan setan mengetahui bahwa Tuhan akan mengambil nyawa Saul dalam pertempuran.

Iblis juga bisa memperkirakan apa yang akan terjadi dengan melihat sikon. Ingat bahwa iblis jauh lebih pandai dari manusia. Manusia saja bisa meramalkan banyak hal, seperti: kemenangan & kekalahan sebuah tim sepak bola, meramal cuaca dan bencana alam, dokter bisa meramalkan umur seseorang berdasarkan data-data medis, dan banyak yang tepat. Apalagi iblis, ia menyimpan memori dan pengetahuan ribuan tahun yang tidak kita punyai, dan dia tadinya adalah pemimpin para malaikat. Dengan melihat fakta-fakta: banyaknya tentara Filistin, tidak adanya Daud dalam pasukan Israel, dan juga fakta bahwa Tuhan sudah menolak Saul, maka iblis bisa meramal bahwa dalam perang itu Saul akan mati. Pemakaian kata “besok” (ibraninya “Makhar”) dalam ramalan iblis tersebut menurut Matthew Poole punya dua arti: yaitu bisa diartikan betul-betul “keesokan hari” tetapi juga bisa diartikan “di kemudian hari” yang tak tentu waktunya. Jadi dalam pemakaian kata “makhar” yang punya dua arti ini setan betul-betul cerdik sebab dengan memakai kata “makhar” maka nubuatnya tidak akan disalahkan bila ternyata kematian Saul terjadi beberapa waktu kemudian. 

Lalu mengapa Tuhan mengizinkan nubuat nabi palsu dan nubuat iblis terpenuhi? Yaitu untuk menguji umat-Nya (Ul. 13:1-5).  Ini peringatan bagi orang benar zaman sekarang, jangan mudah terjebak dengan iming-iming seseorang yang bisa bernubuat dan digenapi, membuat mujizat, dsb, sebab Tuhan Yesus berkata bahwa para antek iblis yaitu para nabi palsu akan menyesatkan banyak orang dengan nubuat dan mujizat yang dahsyat (Mat. 7:21-23; 24:24), sehingga kembali lagi kita harus menguji mereka berdasarkan buah ajaran dan buah tingkah laku mereka, apakah sesuai dengan Firman-Nya (Ul. 13:1-5)

 

PENAFSIRAN HISTORIKAL

Prosedur ini menafsirkan berdasarkan latar belakang historis hal-hal yang menjadi perhatian.

Pertama, pengajar sesat meyakini bahwa roh itu roh Samuel karena roh itu selalu menyebut nama YHWH. Tanggapan: tentu saja roh itu menyebut nama YHWH, bukankah ia sedang menyamar? Jadi ia menirukan ucapan Samuel sewaktu hidup (1Sam. 15:23-29). Jika sebutan YHWH dipakai untuk membenarkan pendapat bahwa roh itu adalah roh nabi benar (Samuel), lantas, apakah itu berarti orang lain yang tidak menyebut Tuhan dengan YHWH melainkan menyebut Tuhan dengan Elohim atau Adonai adalah salah? Contohnya Abraham (Kej. 22:8), Daud (Maz. 2:4), bahkan Malaikat pun menyebut Elohim (Kej. 21:17). Lalu apakah kita bisa memberi cap kepada Daud dan Abraham sebagai orang berdosa karena tidak menyebut YHWH? Tidak bukan? Orang berdosa seperti Saul menyebut YHWH (1Sam. 28:10), juga Firaun (Kel. 8:8), Korah (Bil. 16:3); dan Sanherib yang menghujat Tuhan (2Taw. 32:11), dll. Lalu apakah kita bisa memberi cap kepada Saul, Firaun, Korah, dan Sanherib sebagai orang benar hanya karena mereka menyebut nama YHWH?

Bukan yang memanggil nama-Nya yang menjadi umat-Nya dan masuk Kerajaan sorga tetapi yang melakukan kehendak Bapa (Mat. 7:21). Roh dalam 1Sam. 28 ini menyebut nama YHWH tapi roh itu terlibat dalam praktik dosa yang dikecam Tuhan, maka jelas itu bukan roh Samuel tapi roh setan. 

Kedua, meski nama YHWH itu kudus, namun kita harus ingat bahwa secara historis yang menganggap nama YHWH itu kudus adalah umat Israel dan bukan iblis. Kita harus ingat latar historisnya, bahwa iblis tak punya rasa hormat pada kekudusan nama Tuhan. Kalau ia menghormati kekudusan nama YHWH maka ia tidak memberontak terhadap YHWH, ia tidak akan memutarbalikkan Firman-Nya, ia takkan berani mencobai Tuhan Yesus. Logikanya, bila melakukan semua pemberontakan pada YHWH saja berani maka tentu setan juga berani menyebut nama-Nya. 

Ketiga, golongan yang membenarkan roh itu adalah roh Samuel juga beralasan bahwa keadaan “trans” (hilang kesadaran) tidak terjadi pada dukun En-Dor sehingga mereka menyimpulkan pemunculan roh itu bukan karena ritual setan. Pendapat ini mencerminkan bahwa golongan ini tidak tahu menahu praktik nekromensi tetapi bersikap sok tahu. Dalam praktek nekromensi, roh jahat butuh medium untuk bisa bicara dengan manusia sehingga roh jahat itu harus merasuki si dukun, tanpa medium maka roh jahat tak akan bisa bicara dengan manusia (lihat Im. 20:27). Dukun yang dirasuki akan trans (hilang kesadaran). Hilang kesadaran di sini maksudnya bukan pingsan, ia tetap sadar dan bisa bicara, bisa berjalan, dan bisa mengenali orang lain (lihat Mat. 8:28-29), ia bahkan bisa masuk rumah ibadat (Luk. 4:33). Lihat juga Kisah 16:16-18 tentang dukun yang dirasuki roh tenung tapi masih bisa beraktivitas secara normal bahkan mengikuti Paulus. Jadi, hilang kesadaran di sini maksudnya pikirannya, kehendaknya, dan tubuhnya sedang diambil alih oleh roh jahat, namun masih bisa beraktivitas seperti biasa.

Pada saat Saul bertanya pada dukun En-Dor itu, roh tersebut baru saja muncul dari dalam bumi (1Sam. 28:13) dan belum merasuki tubuh si dukun. Setelah itu baru terjadi percakapan antara Saul dan roh itu. Bagaimana roh itu bisa bicara dengan Saul? Tentu dengan merasuki si dukun dan mengambil alih pikirannya, dan kehendaknya (sudah terjadi "trans" atau hilang kesadaran pada dukun tersebut, sehingga jelas bahwa itu adalah ritual setan).

 

PENUTUP

Masih banyak bukti Alkitabiah yang bisa dikemukakan untuk menentang ajaran sesat ini. Namun penulis rasa penjelasan di atas sudah cukup menjawab kasus penafsiran ini. Dan terbukti bahwa ajaran yang mengakui roh tersebut sebagai roh Samuel ialah ajaran sesat karena ajaran tersebut menentang Firman Tuhan, menginjak-nginjak hukum dan ketetapan yang Tuhan ucapkan secara langsung, menghina kekudusan Tuhan, merendahkan kuasa Tuhan yang tak terbatas, dan menggiring manusia untuk meragukan kesempurnaan Tuhan.

Benarlah Firman Tuhan, kita harus menguji segala sesuatu (1Tes. 5:21). Mari bersihkan SA, STA, dan STT GPdI dari ajaran sesat! Biarlah yang mengajarkan ajaran sesat ini bertobat, dan yang telah disesatkan kembali kepada iman yang benar, sementara yang imannya tetap teguh makin bertambah teguh!



PENDAFTARAN S2

  Pendaftaran Mahasiswa Baru, Program Pascasarjana, Program Studi Magister Teologi (M.Th) STA Jember 👍🤝 Pendaftaran dibuka setiap waktu 📍...