PENELITIAN TERBARU KAIN KAFAN TURIN


Sebuah buku baru yang diluncurkan tepat pada Jumat Agung 29 Maret 2013, mengklaim bahwa Kain Kafan Turin (The Shroud of Turin) bukan pemalsuan abad pertengahan seperti yang telah lama diklaim oleh sebagian ilmuwan skeptis, tapi sebenarnya berasal dari saat kematian Kristus.
 

PENELITIAN TERBARU UNIVERSITAS PADUA

Percobaan yang dilakukan oleh para ilmuwan di Universitas Padua di Italia Utara telah memberi tanggal Kain Kafan tersebut ke zaman kuno, yakni beberapa abad sebelum dan sesudah kehidupan Kristus. Banyak orang percaya bahwa kain linen dengan panjang 14 kaki yang menampilkan guratan wajah dan tubuh seorang pria berjenggot itu, telah digunakan untuk menguburkan jenazah Kristus ketika ia diturunkan dari salib setelah disalibkan 2.000 tahun yang lalu. Analisis ini diterbitkan dalam sebuah buku baru, "IL Mistero della Sindone" (Misteri Selembar Kain Kafan) yang diluncurkan menjelang Paskah. Buku itu ditulis oleh Profesor Giulio Fanti, seorang profesor ukur mekanik dan termal di Universitas Padua, bersama dengan seorang wartawan bernama Saverio Gaeta. Mr. Gaeta bekerja untuk “L'Osservatore Romano,” surat kabar Vatikan, dan sekarang bekerja untuk Famiglia Cristiana.


METODE PENELITIAN
Percobaan yang dilakukan Fanti akan menghidupkan kembali perdebatan tentang asal-usul sebenarnya dari salah satu peninggalan Kristen yang paling berharga namun misterius dan kemungkinan akan diperebutkan oleh kaum skeptis. Para ilmuwan termasuk Prof. Fanti menggunakan sinar infra merah dan spektroskopi (pengukuran intensitas radiasi melalui panjang gelombang) untuk menganalisis serat Kain Kafan yang disimpan dalam suhu dan tempat khusus yang terkontrol di Katedral Santo Yohanes Pembaptis, Torino, Italia. Pengujian yang mereka lakukan menunjukkan tanggal usia Kain Kafan itu antara 300 sM – 400 M. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Kain Kafan itu benar-benar kain kafan yang digunakan untuk membungkus jenazah Yesus Kristus.


PENELITIAN-PENELITIAN SEBELUMNYA

Pengujian yang dilakukan pada serat tersebut diambil dari Kain yang sama dengan penelitian sebelumnya yakni pada tahun 1988 ketika Kain
Kafan itu menjadi sasaran penanggalan carbon-14. Pengujian tahun 1988 yang dilakukan laboratorium di Oxford, Zurich dan Arizona ini muncul untuk mendukung teori bahwa Kain Kafan itu pemalsuan cerdas abad pertengahan, dan menunjukkan kain itu berasal dari tahun 1260 – 1390. Namun hasil uji carbon-14 yang dimuat dalam Jurnal Akademik “Nature” itu pada gilirannya diperdebatkan dengan alasan bahwa mereka mungkin telah dipengaruhi oleh kontaminasi serat kain yang digunakan untuk menambal Kain Kafan itu ketika rusak akibat kebakaran di Abad Pertengahan.

Penelitian Raymond Rogers dari “Los Alamos National Laboratory” yang diterbitkan pada tahun 2005, contohnya, menyatakan bahwa bagian terluar dari Kain Kafan itu telah diperbaiki pada Abad Pertengahan sehingga contoh kain yang diambil oleh para kelompok penguji di tahun 1988, diambil dari bagian kain yang bukan merupakan bagian Kain Kafan asli. Selain itu Kain Kafan ini juga rusak akibat kebakaran di akhir Abad Pertengahan yang bisa menambah material karbon pada kain itu, sehingga menyebabkan kadar radiokarbon yang lebih tinggi.

Pada penelitian tahun 2008 oleh Universitas Oxford, beberapa ilmuwan, termasuk Profesor Christopher Ramsey dari Unit Accelerator Radiokarbon Oxford bekerja sama dengan John Jackson ilmuwan STURP (The Shroud of Turin Research Project), percaya bahwa kain tersebut terkontaminasi oleh kebakaran, karbon monoksida, bakteri atau kontaminan lainnya. Menurut hipotesis Jackson, sebuah jumlah yang relatif kecil dari karbon monoksida (sekitar 2% dari karbon dalam kain) bisa mengubah usia sampel sekitar 1.000 tahun.


BUAH 15 TAHUN PENELITIAN

Sementara Prof. Fanti sendiri mengatakan hasil penelitiannya didasarkan dari 15 tahun penelitian. Dan dia juga menolak penanggalan uji carbon-14 yang dilakukan pada tahun 1988 tersebut karena menurutnya hasil uji carbon-14 itu keliru disebabkan kontaminasi laboratorium.

Misteri Kain Kafan Turin telah membingungkan orang selama berabad-abad dan telah melahirkan tidak hanya devosi keagamaan, tetapi juga buku-buku, film-film dokumenter sampai teori-teori konspirasi. Kain linen itu nampak menunjukkan gambar seorang pria dengan rambut panjang dan jenggot yang tubuhnya mengalami luka-luka yang sesuai dengan luka-luka Yesus yang telah disalibkan. Setiap tahun Kain Kafan itu memikat ratusan ribu orang beriman ke Katedral Turin, Italia, di mana Kain Kafan itu disimpan dalam suhu yang terkontrol dalam kotak rancangan khusus.

Para ilmuwan tidak pernah mampu menjelaskan bagaimana gambar tubuh manusia, lengkap dengan luka-luka paku pada pergelangan tangan dan kaki, titik-titik duri di sekitar dahi dan luka tombak pada dadanya, dapat terbentuk pada Kain Kafan tersebut. Fanti mengatakan gambar itu disebabkan oleh sebuah ledakan "radiasi yang luar biasa." Banyak pihak percaya gambaran tersebut tercetak pada serat-serat Kain pada saat Yesus bangkit dari kematian. Prof. Fanti mengatakan penelitiannya ini didukung hasil peneliti sebelumnya yang mengklaim telah menemukan pada Kain Kafan bekas-bekas debu dan serbuk sari yang hanya ada di Tanah Suci.


SIKAP VATIKAN

Vatikan sendiri tidak pernah mengatakan apakah mereka meyakini Kain Kafan itu otentik atau tidak, namun Paus Benediktus XVI pernah berkata bahwa gambar misterius yang tercetak pada kain selalu mengingatkan kita pada penderitaan Kristus.

Pada hari yang sama, Sabtu 30 Maret, Kain Kafan Turin ditampilkan di televisi setelah penampilannya yang terakhir 40 tahun yang lalu, sebagai hadiah perpisahan Paus Benediktus XVI. Paus yang baru terpilih, Paus Francis, memberikan kata pengantar saat Kain Kafan itu ditampilkan di televisi sehari sebelum Minggu Paskah yang memperingati kebangkitan.

"Ini sebuah pesan spiritual yang intens, yang akan membantu orang untuk jangan pernah kehilangan harapan," demikian komentar Cesare Nosiglia, Uskup Agung Turin, yang juga menjabat sebagai Penjaga Kepausan Kain Kafan. "Penampilan Kain Kafan Turin pada hari khusus seperti Sabtu Suci berarti bahwa Kain Kafan itu merupakan kesaksian yang sangat penting mengenai kematian dan kebangkitan Tuhan," demikian komentarnya.

APLIKASI SHROUD 2.0
Untuk pertama kalinya, sebuah aplikasi telah diciptakan untuk memungkinkan kita mengeksplorasi Kain Kafan Turin secara rinci pada ponsel pintar dan tablet yang kita punyai. Aplikasi itu disetujui oleh Gereja Katolik dan disebut "Shroud 2.0" yang menampilkan foto-foto berkualitas tinggi dari Kain Kafan itu dan memungkinkan pengguna smartphone dan tablet untuk mendownload aplikasi multibahasa secara gratis dan memeriksa detil-detil Kain Kafan yang tidak terlihat dengan mata telanjang. "Untuk pertama kalinya dalam sejarah, gambar paling detil dari Kain Kafan tersedia untuk seluruh dunia, berkat sistem streaming yang memungkinkan tampilan close-up Kain Kafan tersebut.  Setiap detil Kain Kafan dapat diperbesar dan divisualisasikan dalam cara yang sebelumnya hampir tidak mungkin dilakukan," demikian kata Haltadefinizione, sang pembuat aplikasi tersebut.


DUA KELOMPOK

Kontroversi tentang Kain Kafan Turin ini terus berlangsung. Dan sama seperti Alkitab mengatakan ada jalan lebar dan jalan sempit; ada neraka dan surga; ada orang fasik dan orang benar; ada gelap dan ada terang; demikian pula ada kelompok yang pro pada keaslian Kain Kafan dan ada kelompok yang skeptis. Namun bagi kita yang percaya, tentu iman kita tidak tergantung dari Kain Kafan ini melainkan pada pribadi Tuhan kita, Yesus Kristus yang telah mati dan bangkit. Sekalipun begitu, penelitian Kain Kafan amat bermanfaat bagi kita untuk menambah wawasan iman kita.

Oleh: Edy Siswoko
Dosen Musik Gereja, Hermeneutika

 

Sumber:

The Telegraph. “Turin Shroud is not a medieval forgery.” Art Full Text, http://www.telegraph.co.uk (accessed March 30, 2013).

University of Oxford. Oxford Radiocarbon Accelerator Unit: “The Shroud of Turin.” http://c14.arch.ox.ac.uk (accessed March 30, 2013)
Wikipedia, The Free Encyclopedia. “Shroud of Turin.” http://en.wikipedia.org (accessed March 30, 2013)


KREATIFITAS DAN MENGAJAR ALKITAB KREATIF (2)

Prinsip Kerja Mengajar Alkitab Kreatif
           
Mengajarkan Alkitab secara kreatif harus dimulai dari pribadi guru. Setiap guru haruslah menyadari dan menghargai dirinya sebagai pribadi yang memiliki potensi kreatif yang diperoleh dari Allah. Sebagai pribadi kreatif ia harus berusaha mengembangkan kreatifitasnya, khususnya dalam mengajarkan Alkitab. Untuk dapat mengembangkan potensi kreatif tersebut dapat dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut:
  1. Seorang guru haruslah menanamkan dalam dirinya suatu motivasi yang kuat dalam dirinya untuk mengajar secara kreatif. Motivasi yang kuat tersebut diharapkan dapat melahirkan sikap kreatif terhadap kegiatan mengajar dan kecintaan terhadap pengajaran itu sendiri. Hal ini sangat memungkinkan penggunaan kreatifitas dalam setiap pengajaran.
  2. Seorang guru harus pandai-pandai dalam mengatur atau me-manage waktunya. Waktu yang cukup sangat diperlukan untuk menghasilkan suatu pemikiran, sikap maupun tindakan kreatif. Seorang guru yang terlalu sibuk bekerja tanpa memperhatikan waktu-waktu tertentu untuk berpikir dan merenung untuk melihat suatu kemungkinan meningkatkan kualitas pengajarannya akan menghambat pertumbuhan kreatifitasnya.
  3. Seorang guru haruslah menjaga kesehatan fisik dan mentalnya. Fluktuasi kreatifitas sangat dipengaruhi oleh kesehatan, baik dari segi fisik maupun mentalnya. Pribadi yang tidak sehat akan terhambat pertumbuhan kreatifitasnya. 
  4.  Seorang guru haruslah berusaha mengembangkan pola berpikir “divergen,” yaitu bentuk pemikiran yang terbuka, yang menjajaki bermacam-macam kemungkinan jawaban terhadap suatu persoalan atau masalah (1988:3). Hal ini juga menunjukkan kemandirian dalam berpikir. Meskipun demikian, seorang guru juga perlu menjaga keseimbangan antara kemandirian dalam berpikir dengan berani terbuka pada gagasan-gagasan orang lain. 
  5. Seorang guru juga harus bersedia melibatkan dirinya dalam proses kreatif. Marlene D. Lefever dalam bukunya “Creative Teaching Methodes” menuliskan tentang 5 langkah dalam proses kreatif (Chapter 2) yang sangat berguna untuk menghasilkan suatu kreatifitas yang bermanfaat. Adapun langkah-langkah tersebut adalah: persiapan (memerlukan kerja keras), inkubasi (memikirkan bahan yang sudah disiapkan), iluminasi (suatu tahapan untuk melihat titik terang), elaborasi (suatu upaya perluasan gagasan atau pematangan ide yang telah diperoleh), verifikasi (menguji kembali apa yang telah dihasilkan). 
  6. Seorang guru harus memiliki pengetahuan yang baik dan benar tentang Alkitab dan memiliki suatu hermeneutika Alkitabiah yang memadai agar dapat menyampaikan pesan Alkitab kepada masyarakat modern ini secara relevan. 
  7. Hal yang paling penting adalah, bahwa seorang guru harus memiliki hubungan yang dekat, harmonis dan dinamis dengan Tuhan Yesus sebagai suatu teladan. Yesus adalah Guru Agung yang sangat ahli dalam pengajaran-Nya. Dia adalah sumber inspirasi dan sumber kreatifitas bagi setiap guru Kristen. Oleh sebab itu, Yesus haruslah menjadi model bagi setiap pendidik Kristen. Seorang guru juga harus memiliki hubungan yang dinamis dengan Roh Kudus, yaitu Roh Penolong yang diberikan Bapa dalam Tuhan Yesus Kristus agar kita sanggup melakukan tugas mengajar.
Mengajar Alkitab kreatif diharapkan dapat mencapai sasaran-sasaran pengajaran. Lawrence O. Richards menuliskan dalam bukunya “Mengajarkan Alkitab Secara Kreatif” bahwa kreatifitas dalam mengajar harus dapat menentukan sasaran-sasaran dalam pengajaran. Adapun sasaran-sasaran dalam pengajaran tersebut adalah meliputi: sasaran isi yakni berupaya mengajarkan Alkitab, sasaran inspirasi yakni memberikan inspirasi atau ilham, sasaran tindakan/respon yakni menggerakkan orang agar bertindak (1994:140). Hal ini sangat penting diperhatikan, karena fungsi kreatifitas adalah untuk menghasilkan suatu pendekatan yang sangat tepat bagi tercapainya sasaran-sasaran tersebut.

Mengajar Alkitab secara kreatif tidak saja terpusat pada guru semata-mata dalam pengajarannya, tetapi juga harus melibatkan murid-muridnya dalam proses kreatifitas. Untuk itu perlu sekali pemahaman akan situasi dan kondisi dari anak didik atau murid-murid dalam kelas pelajaran Alkitab. Richards menekankan bahwa dalam pengajaran, guru harus dapat menjadi seorang pembimbing yang baik bagi murid agar mereka tidak pasif, melainkan menjadi aktif di kelas. Guru tidak saja harus pandai bercerita atau berceramah, melainkan harus mampu mengarahkan dan membimbing murid-muridnya  ke dalam kegiatan belajar yang aktif (1994:100-102). Aktifitas murid dalam kelas haruslah proposional, sesuai dengan tingkatan usia dan kemampuannya. Untuk itu sebagai guru yang ingin mengajar Alkitab secara kreatif haruslah berusaha memperlengkapi dirinya dengan pengetahuan tentang kelompok anak, remaja, pemuda dan dewasa, baik dari segi biologis maupun psikologisnya agar dapat mengembangkan kreatifitasnya.


Kesimpulan
           
Kreatifitas tidak dapat dipisahkan dengan keempat seginya, yaitu: pribadi kreatif, pendorong kreatifitas, proses kreatif, dan produk kreatifitas. Pemahaman ini sangat penting untuk memupuk kesadaran pentingnya meningkatkan kualitas diri dan mengembangkan  potensi kreatif dalam diri setiap individu. Disamping mengembangkan faktor internal yang memungkinkan individu kreatif, sangatlah penting diperhatikan lingkungan eksternal.

Dalam kaitannya dengan pendidikan Kristen, pertama-tama yang harus dikembangkan adalah relasi dinamis dengan Roh Kudus sebagai sumber inspirasi dan kreatifitas, serta belajar dari Tuhan Yesus Kristus sebagai Guru dan Tuhan (Yoh. 13:13). Hal ini membutuhkan waktu yang cukup serta kesiapan dari segi jasmani dan rohani. Relasi dengan sesama manusia dan lingkungan alam haruslah terjalin secara harmonis sebagaimana dikehendaki oleh Allah untuk saling mengasihi dan memelihara kelestarian lingkungan. Sebagai seorang pendidik juga seharusnya tidak terjebak dalam sikap “sayang diri” yang menyebabkan dirinya tidak mau melibatkan diri dalam proses kreatif yang membutuhkan kerja keras dan keuletan serta motivasi dan kemauan yang kuat. Dan hendaknya diperhatikan bahwa hasil kreatifitas haruslah sesuatu yang bermanfaat bagi pribadi kreatif dan masyarakat pada umumnya.
           
Prinsip kerja mengajar Alkitab kreatif haruslah dimulai dari pribadi guru dengan upaya kreatifitasnya dalam merencanakan, mempersiapkan dan menyajikan pengajarannya dengan sasaran-sasaran yang telah ditentukan. Selanjutnya guru juga harus menjadi pembimbing yang baik bagi anak didiknya agar mereka menjadi pribadi aktif dalam kegiatan belajar-mengajar, dan membimbing mereka menjadi pribadi yang kreatif juga. Dengan prinsip-prinsip yang demikian diharapkan sasaran dan tujuan pengajaran Alkitab tercapai, di mana murid yang harus memiliki pengetahuan Alkitab dapat melihat implikasi bagi dirinya dan memberikan respon kepada Allah sebagaimana yang dikehendaki-Nya.

Oleh: Doni Heryanto

Daftar Kepustakaan

Lawrence O. Richards. Mengajar Alkitab Kreatif. Bandung: Kalam Hidup, 1994.

Marlene D. LeFever. Creative Teaching Methodes. Ontario: David C. Cook Publishing CO, Tt.

Utami Munandar. Kreatifitas Sepanjang Masa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998.


KREATIFITAS DAN MENGAJAR ALKITAB KREATIF (1)


Definisi Kreatifitas

Belajar tentang kreatifitas, saya melihat bahwa tidaklah sesederhana yang pernah saya pikirkan untuk mendefinisikan kreatifitas. Hal ini disebabkan karena konsep kreatifitas sangat luas dan kompleks. Utami Munandar meninjau kreatifitas dari empat segi, yaitu segi pribadi yang kreatif, dari segi faktor pendorong kreatifitas, dari segi proses kreatif dan dari segi produk kreatifitas (1988:1).

Dari segi pribadi kreatif, terkandung suatu pengertian bahwa setiap individu memiliki protensi kreatif dalam dirinya, yang merupakan suatu ungkapan keseluruhan kepribadian yang unik dalam interaksinya dengan lingkungan (baik lingkungan internal maupun eksternal). Dari segi faktor pendorong kreatifitas, maka sangat diperlukan terciptanya suatu kondisi lingkungan yang memungkinkan berkembangnya suatu potensi kreatif dalam diri pribadi kreatif. Lingkungan tersebut yang dimaksudkan adalah lingkungan internal (faktor diri pribadi kreatif) dan lingkungan eksternal (keluarga, sekolah, masyarakat, budaya). Dari segi proses kreatifitas, sangatlah diperlukan waktu, kerja keras dan keuletan dari pribadi kreatif untuk dapat mewujudkan kreatifitasnya. Dari segi produk kreatifitas, adalah suatu hasil kreatifitas yang sifatnya baru, baik dari segi pemikiran, sikap, maupun produk lainnya yang membawa manfaat positif bagi pribadi kreatif dan lingkungannya (masyarakat).

Dari empat segi tinjauan kreatifitas tersebut kita dapatkan suatu pemahaman global dari kreatifitas yang merupakan hasil interaksi antara pribadi yang kreatif dengan lingkungan (eksternal maupun internal) dalam suatu proses kreatifitas sehingga menghasilkan produk kreatifitas yang bermanfaat bagi pribadi yang kreatif dan masyarakat. Kreatifitas adalah suatu bentuk aksi maupun reaksi dari pribadi kreatif terhadap lingkungan yang membutuhkan motivasi dan kerja keras serta keuletan untuk menghasilkan suatu hasil/produk yang bermanfaat bagi hidupnya secara pribadi maupun bagi masyarakat.


Pentingnya Kreatifitas
           
Kreatifitas merupakan suatu fakta sejarah yang harus disadari dan diupayakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, dan mempunyai makna yang penting, baik bagi pribadi kreatif maupun masyarakat.

Pertama, secara individu – psikologi, kreatifitas merupakan suatu potensi/bakat yang dimiliki oleh pribadi kreatif sebagai ungkapan keunikan pribadi. Kesadaran akan hal ini sudah seharusnya mendorong kita untuk menghargai potensi kreatif setiap pribadi dan memberikan suatu motivasi dan menyediakan suatu kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk mengembangkan kreatifitas tersebut, serta memberi kesempatan setiap pribadi kreatif untuk terlibat dalam proses kreatifitas hingga menghasilkan suatu produk kreatifitas yang bermanfaat. Kemampuan mewujudkan kreatifitas oleh pribadi kreatif adalah merupakan suatu kepuasan psikologis yang sangat mendalam.
Kedua, secara sosio – cultural, kreatifitas merupakan hasil interaksi pribadi kreatif dengan lingkungannya, baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal (keluarga, sekolah, masyarakat, budaya). Masyarakat ataupun budaya merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi terciptanya suatu kreatifias. Demikian sebaliknya, kreatifitas sangat menentukan berkembang atau tidaknya suatu kebudayaan. Jadi, kreatifitas sangat penting bagi kemajuan atau progress dari suatu budaya dan masyarakat budaya tersebut.

Ketiga, dari segi teologis, potensi kreatif merupakan suatu karunia yang diberikan Tuhan Allah kepada manusia sebagai ciptaan yang segambar dan serupa dengan pencipta-Nya (Kej. 1:26-27). Allah menciptakaan manusia dengan tujuan untuk memuliakan Dia. Oleh sebab itu manusia harus mengembangkan kreatifitasnya dalam lingkup kemerdekaan yang telah Allah berikan sebagai suatu kemuliaan bagi Allah sang Pencipta.


Mengajar Alkitab Kreatif
           
Mengajar Alkitab perlu kreatif. Hal ini sangat penting karena kreatifitas akan sangat menolong untuk mencapai sasaran-sasaran dalam pengajaran. Dengan kata lain, efektifitas pengajaran akan tercapai dengan baik karena kreatifitas guru pengajarnya. Seorang guru yang mengajar secara kreatif akan berusaha merencanakan dan menyajikan pelajarannya dengan sebaik mungkin dengan kreatifitasnya, agar apa yang menjadi sasaran dalam pelajarannya tercapai sesuai dengan yang diinginkannya. Kreatifitas dalam mengajar Alkitab juga akan menolong terciptanya suatu interaksi belajar-mengajar yang dinamis dan dialogis (tidak semata-mata monologis), di mana murid didorong untuk aktif dalam setiap kegiatan pengajaran dan guru menjadi pembimbing. Keadaan yang demikian merupakan suatu potensi yang sangat besar bagi keberhasilan suatu pendidikan. 

Oleh: Doni Heryanto
Bersambung di bagian 2, lihat di sini

MASKIL: Implikasi, Aplikasi dan Apersepsi


Dari Daud. Nyanyian pengajaran. (Mzm. 32:1)


DIDACTIC SONG

Maskil, transliterasi sebuah kata Ibrani lyKif.m; yang oleh Alkitab berbahasa Indonesia seperti TB, BIS, MILT diterjemahkan “nyanyian pengajaran.” Kata ini muncul dalam kitab Mazmur, yakni dalam: Mazmur 32; 42; 44; 45; 52; 53; 54; dan sebagainya. NAS dan KJV yang merupakan terjemahan harafiah tidak menerjemahkan kata “maskil” ini. Bahkan NIV yang merupakan terjemahan padan fungsional pun tidak menerjemahkannya.

Memang, menurut Net Bible Notes (commentary yang dihormati dan jadi acuan banyak teolog), arti kata Ibrani maskil sebenarnya tak diketahui secara pasti. Namun kalau menelusuri dari asal katanya, kata maskil berasal dari kata kerja Ibrani yang artinya “menjadi bijaksana.” Beberapa arti yang disarankan Net Bible Notes dan bisa dipertimbangkan antara lain: “a contemplative song,” (nyanyian perenungan); “a song imparting moral wisdom,” (nyanyian yang menyampaikan kebijaksanaan moral) dan sebagainya.[1] ISBE juga menyatakan hal senada. ISBE menyatakan beberapa dari 13 Mazmur meneguhkan pendapat bahwa judul “maskil ini” bersifat didaktis, sementara beberapa lainnya memang jarang dikelompokkan sebagai nyanyian pengajaran.[2] Berdasarkan asal kata dan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maskil bisa disebut instructive song (nyanyian yang mengandung pelajaran);[3]  atau didactic song (nyanyian didaktis), seperti dikatakan EASTON bahwa maskil adalah nyanyian pelajaran kebijaksanaan atau kesalehan.[4] Maskil adalah syair yang memberi pelajaran, yaitu suatu komposisi yang mengemukakan pengetahuan-pengetahuan ilahi.[5]


IMPLIKASI

Bila kita menyelidiki Alkitab kita akan mengetahui bahwa maskil berimplikasi bagi umat Tuhan, yakni: untuk pengingat Firman Tuhan, untuk penuntun ibadah, untuk pengajaran dan pertumbuhan rohani serta pendorong kebangunan rohani.

Pengingat Firman Tuhan
Kita tahu bahwa maskil atau didactic song atau nyanyian pengajaran telah diperintahkan Tuhan sejak zaman Musa agar diajarkan kepada umat Israel. Tujuannya sebagai kesaksian turun-temurun agar umat Israel ingat akan Firman Tuhan (Ul. 31:19-22).

Penuntun Ibadah
Maskil juga digunakan Daud dalam ibadah di rumah Tuhan (Tabernakel Daud). Maskil Mazmur 32; 42; 45 dan 78 adalah maskil yang dinyanyikan secara tetap di Bait Suci. Daudlah yang pertama kali membentuk organisasi musik dengan sangat mengesankan dan menjadikannya sebagai bagian penting dalam ibadah nasional Israel. Pada masa Daud ada 4.000 penyanyi dan musisi profesional (1Taw. 23:5) yang dibaginya dalam 24 divisi dan masing-masing divisi dilatih 24 chief of musician (1Taw. 25:7-8) dan 3 guru besar (1Taw. 25:1-4). Dalam PB, Tuhan juga memerintahkan maskil untuk dipakai dalam ibadah (Ef. 5:19). Perintah untuk menggunakan Mazmur dalam Efesus 5:19 ini mempunyai pengertian bahwa maskil (mazmur pengajaran) termasuk di dalamnya.

Pengajaran dan Pertumbuhan Rohani Umat Tuhan
Namun peran maskil tak berhenti di Bait Allah orang Israel. Para rasul sering menggunakan maskil untuk menguraikan teologi mereka. Sebut saja Paulus. Paulus menggunakan maskil Mazmur 32:1-2 dan 53:2-4 untuk menjelaskan “Pembenaran karena Iman” (Rm. 4:6-8; 3:10-12); Paulus juga mengutip maskil Mazmur 45:7-8 untuk menjelaskan “keunggulan Kristus” (Ibr. 1:8-9). Petrus juga menggunakan maskil, bahkan Tuhan Yesus juga mengutipnya (Mzm. 78:2 band. Mat. 13:35). Sehingga implikasi maskil dalam pertumbuhan rohani umat Tuhan sangat terasa faedahnya, selaras dengan arti kata maskil itu sendiri.

Pendorong Kebangunan Rohani
Bukan suatu kebetulan kalau kebangunan rohani umat Israel terjadi setelah Daud membuat terobosan dengan menjadikan musik sebagai penuntun ibadah di rumah Tuhan. Setelah Daud, pada masa Salomo pagelaran musik Bait Allah semakin agung. Yosephus mencatat ada 200.000 peniup terompet dan 200.000 penyanyi terlatih di masa Salomo untuk menyanyikan Mazmur di Bait Allah. Pada masa ini Israel mengalami kebangunan rohani, nama besar dan penghormatan dari bangsa-bangsa sekitarnya. Namun semua itu pudar tatkala pemimpin-pemimpin mereka jatuh dalam penyembahan berhala. Selanjutnya kita bisa menengok pada Hizkia yang melakukan reformasi di segala bidang terutama pengajaran dan musik (2Taw. 29-31; 2Taw. 31:2-4; dan 29:25). Setelah reformasi tersebut, kerajaan Yehuda memperoleh kesejahteraan dan keagungannya (2Taw. 32:33). Reformasi kembali terjadi di bawah kepemimpinan Ezra dan Nehemia (Ezr. 3:10) dan kembali musik memainkan peran yang besar. Repetisi tersebut membentangkan pola tak terbantahkan di hadapan kita bahwa musik khususnya maskil sebagai nyanyian pengajaran ikut menjadi pendorong kebangunan rohani umat Tuhan.


APLIKASI dan APERSEPSI

“Kesehatan gereja di dalam sejarah selalu berkaitan dengan kualitas musik dan penyembahannya.”[6] Bicara kualitas musik dan penyembahan, maka kita tak bisa mengelak adanya kebutuhan maskil atau nyanyian-nyanyian pengajaran untuk gereja di masa kini, terlebih bila gereja mendambakan reformasi rohani ataupun memimpikan transformasi. Nyanyian dengan unsur vertikal seperti nyanyian pujian, nyanyian syukur dan nyanyian pengagungan sangat penting, namun kita harus ingat bahwa musik gereja mempunyai visi misi. Dan karena visi misi gereja terdapat dalam Amanat Agung, maka musik gereja pun sama. Sehingga nyanyian/lagu haruslah mempunyai unsur horizontal, yakni berdampak bagi pertumbuhan dan kedewasaan iman jemaat, dan maskil adalah sistem yang tepat.

Hanya saja, kemudian timbul satu pemikiran, bagaimana mengimplementasikan maskil dalam konteks kekinian? Pertama, kita harus mengetahui struktur maskil itu sendiri, dan kedua, menggubah nyanyian atau lagu pujian berdasarkan struktur maskil dan dengan urapan kreatif Roh kudus. 

Dosen Musik Gereja & Hermeneutika


[1] Commentary of Net Bible Notes: “Ps 32:1”
[2] International Standard Bible Encyclopedia: “Book of Psalms”
[3] American Tract Society Bible Dictionary: “Maschil”
[4] Easton’s Revised Bible Dictionary: “Maschil”
[5] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: “Kitab Mazmur”
[6] Paul G. Caram: Kekristenan Sejati “Pentingnya Musik”



5 TIPE KHOTBAH: Suatu Umpan Balik bagi Pengembangan Khotbah di dalam Gereja


Pengantar
Sejarah gereja menunjukkan bahwa Injil telah tersebar melalui khotbah dan kesaksian pribadi. Khotbah menjadi  bagian yang sangat penting
dalam gereja, memiliki peran penting bagi pertumbuhan dan kesehatan gereja. Namun demikian, belakangan ini, terjadi keraguan terhadap relevansi khotbah. Sekalipun sumber-sumber bahan untuk berkhotbah seperti kursus-kursus, websites, buku-buku, dan jurnal-jurnal tentang teori-teori baru dalam hal berkhotbah telah banyak tersedia, namun khotbah-khotbah sepertinya tidak mampu membawa kehidupan baru dalam gereja.

Sebagai pendeta, kita memiliki tugas penting dalam berkhotbah. Untuk itu, kita harus terus mengembangkan kemampuan berkhotbah. Dalam tulisan singkat ini, saya kemukakan 5 tipe khotbah sebagai hasil penelitian Rev. Johnson T.K. Liem di Singapura, yang menurut saya sangat dekat dengan keadaan kita di Indonesia, sebagai umpan balik bagi kita semua untuk terus meningkatkan kesanggupan kita dalam berkhotbah agar dapat membawa kehidupan baru di dalam gereja.
           
Ada 2 pokok bahasan penting dalam tulisan ini, yaitu: lima tipe khotbah dan karakter khotbah yang luar biasa.


Lima Tipe Khotbah

Pertama, ugly preaching atau khotbah yang sangat jelek. Ciri-ciri ugly preaching adalah:

  1. Pengkhotbah menggunakan mimbar untuk memarahi atau mencerca mereka yang duduk di bangku gereja yang mempertanyakan otoritas ataupun keputusan pengkhotbah.
  2. Tujuan khotbah adalah untuk menakut-nakuti jemaat agar tunduk pada gereja.
  3. Pengkhotbah menggunakan Alkitab sebagai ”palu” untuk memukul mereka yang tidak setuju dengan pandangannya. Pengkhotbah menyalahgunakan Alkitab untuk menunjukkan akibat yang mengerikan jika tidak mendengarkannya.
  4. Khotbah semacam ini menunjukkan penyimpangan dalam pemakaian mimbar.

Kedua, bad preaching atau khotbah yang buruk. Ciri-cirinya:
  1. Pengkhotbah memakai teks-teks Alkitab di luar konteksnya.
  2. Pesan moral dan spiritual dikemukakan setengah matang.
  3. Alkitab digunakan sebagai dasar untuk berbicara tentang sesuatu yang lain dari apa yang teks Alkitab itu katakan.
  4. Pengkhotbah biasanya mengutip rangkaian teks: satu ayat kemudian ayat lain tanpa memperhatikan konteks ayat-ayat tersebut, seperti menggunakan konkordansi Alkitab sembarangan.
  5. Penggunaan kata-kata yang monoton serta membosankan.
 Ketiga, poor preaching atau khotbah yang miskin. Ciri-cirinya:
  1. Cara menyampaikan khotbah yang menjemukan, monoton, dan membuat bosan.
  2. Dapat disebut dengan ”hypnotic preaching” karena membuat jemaat tertidur.
  3. Eksegesis dan eksposisinya mungkin bagus tapi cara penyampaiannya tidak baik dan membosankan.
  4. Khotbah semakin buruk karena biasanya sangat panjang.
 Keempat, good preaching, khotbah yang baik. Ciri-cirinya:
  1. Pengkhotbah setia kepada teks dan memakai prinsip-prinsip hermeneutika dalam eksegesis dan ekspositori.
  2. Berita yang disampaikan: Alkitabiah, teologinya benar dan  solid.
  3. Khotbah dalam bentuk ekspositori atau topikal.
  4. Pikiran jemaat dikobarkan dan diarahkan kepada hal-hal tentang Tuhan.
  5. Jemaat memuji khotbah tersebut.
Kelima, great preaching, khotbah yang luar biasa. Ciri-cirinya:
  1. Ditandai dengan kuasa Roh Kudus.
  2. Pengkhotbah yang diurapi atau ”on fire on God.”
  3. Cara menyampaikan khotbah yang luar biasa.
  4. Jemaat dapat merasakan kehadiran Tuhan dan penghukuman-Nya.
  5. Jemaat terinspirasi dan dipengaruhi untuk melakukan sesuatu bagi Tuhan.
  6. Ketika jemaat pulang dari gereja, mereka telah merasa berjumpa dengan Tuhan.

Karakter Khotbah Yang Luar Biasa

Realitas khotbah di Singapura – kemungkinan juga di Indonesia:
  1. Sangat jarang khotbah yang luar biasa.
  2. Yang biasa adalah khotbah yang baik, miskin, ataupun buruk. Khotbah yang sangat jelek biasanya di gereja yang otoriter.
  3. Para pendeta perlu belajar di lembaga pendidikan yang terakreditasi.
  4. Banyak khotbah Alkitabiah, tapi lemah dalam aspek praktis.
  5. Khotbah yang luar biasa sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan gereja.
  6. Seorang pengkotbah yang luar biasa belum tentu memimpin gereja yang sangat besar (mega church).
Perbedaan khotbah yang baik dan khotbah yang luar biasa:


KHOTBAH YANG BAIK
KHOTBAH YANG LUAR BIASA
Menggerakkan pikiran
Menggerakkan hati
Menanamkan pengetahuan.
Menanamkan pengetahuan dan pengaruh
Menjangkau pikiran.
Menjangkau jiwa (soul).
Memberikan informasi saja.
Merubah hidup
Membutuhkan karisma – karismatik.
Bergantung pada pengurapan Roh Kudus


Dimanakah posisi kita? Mari kita belajar bersama meningkatkan kemampuan berkhotbah kita, Tuhan memberkati.

Oleh: Doni Heryanto

PENDAFTARAN S2

  Pendaftaran Mahasiswa Baru, Program Pascasarjana, Program Studi Magister Teologi (M.Th) STA Jember 👍🤝 Pendaftaran dibuka setiap waktu 📍...